Learning from Others

Salah satu fungsi hati manusia adalah untuk detoksifikasi, menawarkan racun, bukan seperti pedagang menjajakan barang dagangannya, melainkan seperti obat yang membuat racun kehilangan tajinya. Ini adalah hati manusia sebagai elemen biologis yang memungkinkan metabolisme tubuh manusia berjalan baik. Kalau hati ini keracunan, dengan apa lagi mesti ditawarkan kalau tidak dengan intervensi dari luar? Kalau hati manusia yang bukan organ biologis keracunan, tentu butuh intervensi dari luar juga. Akan tetapi, apa gunanya hati yang tertutup? Kalau hati tertutup, tak ada kemungkinan intervensi bahkan sekalipun intervensi itu datangnya dari Allah!

Bacaan hari ini masih menyodorkan pembelaan Yesus dalam perseteruannya dengan ahli-ahli agama Yahudi saat itu. Ia memberikan rasionalisasi yang adekuat: (1) kesaksian dari Yohanes dan kesaksian yang lebih kokoh dari kesaksian ahli itu, yaitu (2) pekerjaan-pekerjaannya sendiri yang mencerminkan kuasa Allah, dan (3) nubuat Kitab Suci yang mengarah padanya. Ini adalah data yang, lebih daripada data penggusuran #eh, tak bisa diabaikan. Akan tetapi, ya itu tadi, wong namanya hati tertutup, mbok data sevalid atau sesahih apapun takkan berbunyi apa-apa.

Itulah yang terjadi pada orang yang barangkali kebanyakan belajar tentang agama. Ia merasa tahu benar tentang agama yang dipeluknya dan karena itu tak ada pihak lain yang bisa lebih tahu dari dirinya. Ini mirip juga dengan orang yang kebanyakan bicara tentang Tuhan atau belajar tentang Tuhan, bisa jadi malah tertutup hatinya karena sudah merasa tahu segalanya tentang Tuhan, apalagi Tuhan yang dirumuskan dalam agamanya sendiri! Ini menyedihkan, tetapi perlu diakui dengan kerendahhatian memang begitulah ironi hidup orang beragama: mereka banyak belajar tentang agama, tetapi tak pernah membuka hati untuk belajar dari agama; mereka banyak bicara tentang Tuhan, tetapi tak pernah bicara dengan Tuhan.

Emang penting ya Mo frase itu?
Orang yang belajar dari agama akan mendapatkan wawasan yang lebih luas daripada orang yang belajar tentang agama. Anda bisa pelajari agama sebanyak yang Anda mau, tetapi Anda tak mendapat faedah apapun jika Anda tidak belajar dari agama yang Anda pelajari itu. Saya tidak mengajari sinkretisme (malah itu yang hendak saya lawan). Saya tidak mengidealkan bahwa ahli agama Yahudi pada zaman Yesus itu memeluk agama Kristen atau menjadi pengikut Yesus. Sama sekali tidak! Cukup dengarkanlah dia dan belajarlah darinya. Itu saja. Akan tetapi, yang itu saja sulit, tidak hanya dulu, tetapi juga sekarang. Memang dibutuhkan kerendahhatian untuk belajar dari perbedaan.

Saya berdoa untuk bangsa ini, yang memiliki anugerah kebinekaan begitu luar biasa, tetapi sekarang ini direcoki kaum pengabai data yang menumis isu SARA persis karena merasa diri tahu tentang agama dan Tuhan, tetapi tak pernah belajar dari agama (lain) dan sungguh bicara dengan Tuhan. Mereka ini tidak berdoa tetapi cuma menjalankan ritual. Semoga semakin banyak orang yang berdoa sungguh-sungguh sehingga hatinya terbuka pada data dan bisa melakukan pemilihan secara sehat. Amin.


HARI KAMIS PRAPASKA IV
30 Maret 2017

Kel 32,7-14
Yoh 5,31-47

Posting Tahun 2016: White Lie
Posting Tahun 2014: Mana Berhalamu?