Kapan seseorang menerima pribadi lain sebagai anugerah? Kerap kali ketika ia mendapatkan keuntungan dari pribadi lain itu. Ini perhitungan ekonomis dan dalam dunia ekonomi kita kenal istilah the law of diminishing returns. Saya takkan mengambil alih tugas guru Ekonomi Anda, maka takkan saya jelaskan di sini apa yang dimaksud dengan the law of diminishing returns. Sebetulnya sih karena saya juga tak menguasainya, hahaha.
Tadi di kelas memang muncul pertanyaan apakah memang sekarang ini sedang terjadi overreligiosity di negeri tercinta, lalu dalam tanggapannya muncullah istilah the law of diminishing returns itu. Kalau orang sibuk dengan keagamaan sampai-sampai kewowogen [hayo tanya wowogen itu di mana! Dhak dugang kowe], agama malah kehilangan maknanya. Makanya, karena sudah diingatkan seorang temin mengenai judul posting, saya tidak lagi memakai kata agama, meskipun sebenarnya saya memang mau mengatakan bahwa kita ini sedang kewowogen agama.
Meskipun demikian, rupanya tidak hanya dari segi ekonomis saja kewowogen itu merugikan. Saya baru baca artikel yang menjawab kegelisahan terpendam dalam hati saya sejak lama. Ini soal Kitab Suci. Sejak lama saya tak merasa nyaman dengan Kitab Suci orang Kristen yang terdiri dari Perjanjian Lama (Old Testaments) dan Perjanjian Baru (New Testaments). Yang OT itu sebetulnya mayoritas adalah Kitab Suci orang Yahudi. Yang NT barulah khas Kristen. Di mana kegelisahan saya?
Saya membaca OT dengan patokan NT. Artinya, OT dimaknai sejauh terhubung dengan NT. Itu berarti, terlepas dari NT, OT gada artinya. Mangsud loe? OT itu benar-benar zaman Old, dan NT-lah zaman now! Dengan kata lain, Kitab Suci orang Yahudi itu kuno, tak sempurna, baru utuh maknanya jika dilengkapi dengan NT. Whatttttttt?????? Kok bisa-bisanya menilai Kitab Yahudi zaman old? Emang loe tau bahasa Ibrani? Gimana bisa bilang agama loe lebih baik dari agama Yahudi? Bisa-bisanya loe bilang Kitab loe penyempurnaan Kitab Yahudi, emang loe tau isi Kitab Yahudi?
Itu superfluous alias lebay. Dibutuhkan sensitivitas juga dalam membuat klaim-klaim berbau keagamaan kalau tidak mau terjerembab dalam the law of diminishing returns tadi. Kalau sudah mulai merendahkan liyan, bisa jadi itu adalah indikasi orang kewowogen dan orang kewowogen tak bisa melihat liyan sebagai anugerah dan kalau tidak melihat liyan sebagai anugerah, gimana orang mau bahagia?
Lha mosok mau melihat para sontoloyo yang bikin onar itu sebagai anugerah, Mo? Eaaaa…. emangnya saya pencinta “Kau Tercipta Untukku”? Melihat liyan sebagai anugerah tak pernah berarti menganggapnya seperti kado, melainkan membangun relasi dengannya sehingga anugerah Tuhan bisa terwujud: tak usah nggosipin yang jelek-jelek, mendoakannya supaya berbahagia, atau syukur-syukur bisa kontak fisik dan maju bersama menuju Indonesia baru menyongsong pilpres 2019, halaaah.
Tuhan, mohon rahmat sensitivitas terhadap sesama sehingga kami sungguh mewujudkan persekutuan umat-Mu yang saling mengasihi. Amin.
HARI KAMIS PRAPASKA II
1 Maret 2018
Posting Tahun 2017: Awas Jurang!
Posting Tahun 2016: Buka Pintu Beta Mau Masuke
Posting Tahun 2015: When Good Men Do Nothing
Posting Tahun 2014: Kemiskinan: Mengandalkan Allah
Categories: Daily Reflection