Wajah Sendu

Anda tahu dong bedanya antara seorang tua yang melakukan come back sebagai perdana menteri dan seorang tua yang kêbêlêt jadi presiden. Tanpa saya sebut namanya, Anda pasti tahu siapa yang saya maksud. Iya betul itu. Janjané saya tak antusias menyinggungnya lagi, tapi entah mengapa polah lakunya itu semakin tua kok malah bikin gemes-gemes gimana gitu. Soalnya, passionnya itu mengagumkan, cuma kok arahnya gak karuan. Sebelas dua belas dengan tagar 2019gantipresiden gitu deh. Pada kenyataannya, tagar ini dan polah laku orang tua tadi bisa jadi menggerakkan sebagian orang, tetapi kalau diperhatikan secara seksama sebetulnya gerakan itu cuma seperti kincir hiasan yang menimbulkan kebisingan lebih daripada kincir yang bisa mengubah energi gerak jadi listrik.

Bacaan hari ini berisi mandat guru dari Nazareth kepada murid-muridnya untuk bergerak dan menggerakkan realitas hidup yang mereka hadapi. Pesannya menarik juga: apa yang kamu terima secara cuma-cuma, berikanlah secara cuma-cuma. Meskipun menarik, siapa sih yang sungguh-sungguh tergerak menghidupi pesan seperti itu? Pada kenyataannya, orang cenderung memberi price tag terhadap hal yang diterimanya secara cuma-cuma. Kenapa ya kira-kira? Karena berpikir bahwa hidup ini datang karena usaha dan pikirannya sendiri. Itu mengapa tak sedikit orang yang ‘mentang-mentang’ dan sudah begitu pun tak mendengarkan nasihat ‘ojo dumeh‘. 

Mentalitas ‘mentang-mentang’ ini tak perlu disematkan melulu pada mereka yang ateis (yang berpikir bahwa hidup ini terjadi begitu saja tanpa peran Yang Lain); atau, mungkin lebih tepat lagi dikatakan bahwa mentalitas ‘mentang-mentang’ itu justru dihidupi oleh orang beragama yang sebetulnya menghayati ateisme praktis. Mulutnya mengagungkan kemuliaan Allah, tapi tangannya menarik pungutan duit dari jemaatnya untuk membangun rumah eksklusif nan mewah dengan dalih suci ‘mereka yang bekerja layak mendapatkan upahnya’. Jidatnya kapalan karena kerap menyungkurkan diri di hadapan Allah tetapi dari mulutnya keluar aneka macam tuturan fitnah binti hoax terhadap orang yang tulus bekerja bagi kepentingan bersama. Badannya begitu energik untuk memuji-muji Allah saat ibadat tetapi pikirannya senantiasa mengembara untuk menemukan cara mengeruk keuntungan kelompoknya sendiri.

Price tag dalam hidup rohani tidak identik dengan angka, tetapi dengan reward alias ganjaran yang berupa kesenangan diri yang melanggar rasa kemanusiaan. Meskipun demikian, wajah sendu (seneng duit) kerohanian bisa juga dimulai dengan price tag berupa angka. Pokoknya, persoalannya bukan nominalnya, melainkan ke arah mana nominal itu hendak digelontorkan: mengabdi kemanusiaan atau mengabdi kekuasaan. Yang pertama bisa jadi jalan pembebasan yang mengantar orang pada realisasi kesejahteraan bersama. Yang kedua menjerumuskan orang pada kemuliaan partai, agama, ideologi di atas kemanusiaan yang beradab itu.

Tuhan, mohon rahmat supaya kami semakin mampu bersyukur atas cinta-Mu yang kami terima secara cuma-cuma tanpa jerih payah dari pihak kami. Amin.


PERINGATAN WAJIB ST. BARNABAS
(Senin Biasa X B/2)
11 Juni 2018

Kis 11,21b-26;13,1-3
Mat 10,7-13

Posting 2016: Tuhan Aja Gak Maksa
Posting 2015: Murah, Murahan

Posting 2014: Bukan Modus: Son of Encouragement