#2019gantisiapa

Konon ada seorang petugas partai berlambang tetot yang mengirim surat terbuka kepada pimpinan partainya untuk mengundurkan diri karena menurutnya, partai berlambang tetot itu cuma mengumbar kepentingan kekuasaan bahkan dengan menggunakan isu SARA [Yang keterlaluan? Pada pilkada DKI kemarin? Waowwww]. Triggernya adalah penistaan terhadap sosok guru agama [lha rak tenan], yang membuatnya marah dan semakin kentara baginya bahwa pimpinan partainya lebih mementingkan kekuasaan politis saja. 

Barangkali ini contoh yang cocok untuk bacaan hari ini mengenai hukum yang tertera dalam hati manusia. Hukum inilah yang pada akhirnya jadi filter bagi manusia sendiri dalam menghadapi hukum positif. Jadi ceritanya [CMIIW alias correct me if I’m wrong] dalam ranah hukum itu ada ius constitutum dan ius constituendum. Yang constituendum itu lebih berkenaan dengan idealisasi hukum, yang jika diberlakukan njuk berubah statusnya sebagai hukum positif atau ius constitutum. Yang dilakukan petugas partai tadi sejalan dengan idealisasi hukum yang tertera dalam hati dan budinya: semestinya partai tak ikut memanfaatkan sentimen SARA demi kemenangan belaka.

Saya kira itulah yang juga dimaksud oleh guru dari Nazareth itu dengan ungkapan penggenapan hukum. Ia tidak berpretensi mengganti hukum positif tetapi menggenapinya sedemikian rupa sehingga hukum positif itu senantiasa sinkron dengan idealisasi hukum yang mengabdi pada kemanusiaan dan ketuhanan juga. Seperti apa contohnya? Dalam bacaan pertama dituturkan bagaimana Nabi Elia bertarung melawan imam-imam palsu penyembah dewa Baal. Nabi Elia ini adalah representasi mereka yang dalam hati, budi, tulang, dan dagingnya terinskripsi Sabda Allah.

Tentu saya tidak menyamakan petugas partai tetot tadi dengan Nabi Elia, tetapi begitulah kiranya kalau orang setia pada hukum yang tertera dalam hati dan budi manusia. Ia tak akan krasan dengan ketidakadilan, penindasan, pelecehan, penistaan yang dilakukan oleh imam-imam penyembah idol, berhala, ideologi kekuasaan.

Karena itu, doakan saja semoga tagar #2019gantipresiden itu jadi kenyataan, kalau perlu tak usah tunggu tahun 2019. Bisa juga kok presiden partai yang merestui strategi kampanye politik SARA diganti tahun ini supaya pada tahun 2019 presidennya dipilih oleh orang-orang yang terbebaskan dari sentimen SARA. Orang yang dipilih bisa jadi sama sih, tapi jadi baru bagi mereka yang dulu tidak memilih presiden nyang ini. Semoga semakin banyak petugas partai seperti pengirim surat terbuka kepada pimpinan partai tetot tadi: semakin berpihak pada kekuasaan yang membebaskan orang dari sentimen SARA dan terbuka pada ius constituendum yang diilhami oleh cinta kemanusiaan dan ketuhanan.

Tuhan, mohon rahmat untuk semakin berani melihat dan mengekspresikan kebenaran dan keadilan-Mu yang tertanam dalam hati kami. Amin.


Rabu Biasa X B/2
Peringatan Wajib St. Antonius dari Padua
13 Juni 2018

1Raj 18,20-39
Mat 5,17-19

Rabu Biasa X A/1 2017: Trending Tidur
Rabu Biasa X C/2 2016: Kamu Jahat
Rabu Biasa X B/1 2015: Taat, tapi Robot