Tagar Sesat

Teks bacaan hari ini malah mengingatkan saya pada tagar #2019gantipresiden. Memang tidak ada kata-kata yang secara langsung mengacu pada presiden, pemimpin, atau penguasa. Akan tetapi, ada kualitas kepemimpinan yang disinggung juga yang absen dari tokoh yang dikritik guru dari Nazareth. Kualitas apakah itu?

Mari lihat tagar itu sendiri, yang secara lucu ditanggapi jubir Istana sebagai gerakan makar. Bukan gerakan makarnya yang lucu, tetapi bagaimana 2019 itu dihitungnya sejak tanggal 1 Januari 2019, meskipun konteks tagarnya tentu 27 April 2019 [atau tanggal berapa sih? Jangan bepergian pada tanggal itu sampai tak sempat mencontreng foto presiden yang sekarang ini ya]. Ya biasalah dalam debat, pelintir konteks atau ganti isi, pokoknya menang. Saya tidak dalam posisi berdebat, maka tagar itu sendiri tak begitu penting buat saya, cuma mengherankan bahwa itu nongol lagi, seakan-akan ganti presiden itu penting banget di era sekarang ini. Menurut saya, jauh lebih penting membantunya bekerja, termasuk dengan memberi koreksi, bukan malah menyuarakan penggantiannya.

Lho, emangnya kenapa? Ada masalah?
Masalahnya ditunjukkan oleh teks bacaan hari ini: penyesatan. Orang yang meneriakkan #2019gantipresiden bisa jadi menipu dirinya sendiri maupun orang lain. Menipu diri karena sebetulnya tidak menemukan alasan signifikan bahwa presiden mesti diganti tahun depan. Tidak ada kesalahan yang sedemikian fatal sehingga penggantiannya mesti disuarakan jauh-jauh hari. Menyesatkan orang lain karena sebetulnya sudah ada calon presiden lain yang akan maju dan tinggal fokus saja pada kontestasi dua capres itu, dan bukannya malah jadi ad hominem alias pokoknya sikat karena gak suka orangnya. Memang ada juga pendukung presiden sekarang ini yang menyodorkan alasan ad hominem terhadap capres lain itu: menyinggung hidup pribadinya, alih-alih melihat visi misinya. Akan tetapi, capres itu bukanlah presiden yang sedang bekerja.

Terhadap presiden yang berkuasa, suara penggantiannya, meskipun bukan ganti sekarang juga, menginsinuasikan bahwa presiden ini tak pantas melanjutkan tugasnya sebagai presiden. Akan tetapi, ketidakpantasannya itu tidak diberi data komprehensif sehingga orang cenderung berpikir bahwa presiden ini memang layak diganti. Sebetulnya, kalau memang ada data komprehensif yang valid bahwa presiden perlu diganti karena membahayakan NKRI, tak perlu tunggu tahun depan juga, ganti saja sekarang, sebagaimana dulu disuarakan pada tahun 1998. Dari sudut pandang kekuasaan, itu memang makar, tetapi entah makar atau tidak, yang penting tolok ukurnya mesti dikembalikan pada pandangan dasar NKRI itu sendiri, ya dasar negaranya, ya undang-undangnya.

Tak mengherankan, guru dari Nazareth berkata-kata begitu keras terhadap pemimpin agama yang menyesatkan itu. Kalau pemimpin agama fanatik, umatnya bisa dua kali lipat lebih fanatik. Bayangkanlah orang yang ngotot untuk ‘mengagamakan’ orang lain (sebutlah agama apa saja), dan setelah orang itu memeluk agama yang sama, lalu dibiarkannya tanpa kelanjutan supaya jadi sungguh beriman. Pokoknya agamanya sama! (Seakan-akan dengan agama sama lantas orang akan diselamatkan.)

Tuhan, mohon rahmat supaya kami dapat menuju tempat di kedalaman iman dalam agama kami masing-masing. Amin.


SENIN BIASA XXI B/2
Peringatan Wajib S. Monika
27 Agustus 2018

2Tes 1,1-5.11-12
Mat 23,13-22

Senin Biasa XXI A/1 2017: Dunia Jadi-jadian
Senin Biasa XXI C/2 2016: Geseng Dor
Senin Biasa XXI A/2 2014: Pengkhianat Agama: Kemunafikan