Katanya orang berencana, Tuhan menentukan. Pada kenyataannya, Tuhanlah yang berencana dan orang yang menentukan. Fakta adanya artis (mie) Korea dan orang-orang lain yang bunuh diri menunjukkan bahwa manusia berencana Tuhan menentukan itu omong kosong.
Loh, kok omong kosong toh, Rom? Ya betul dong Tuhan yang menentukan karena tidak mungkin orang-orang itu berhasil bunuh diri kalau tidak seizin Allah.
Ya begitulah pikiran, bisa dibolak-balik seturut sudut pandang dan kepentingan pemikirnya, dan begitulah susahnya dengan kata ‘rencana’, bahkan kalau dalam teks bacaan pertama hari ini disodorkan ‘rencana Allah’: Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Kalau menilik argumentasi izin Allah tadi, berarti memang Allah punya rencana membunuh artis (mie) Korea dan mereka yang habis karena putus cinta itu. Alamak, Allah macam mana pula itu… pembunuh, bukan pengasih dan penyayang.
Dalam perkuliahan saya dulu banget (biar kelihatan sudah tua gituloh), dosen teologi saya lebih memilih menggunakan kata “proyek Allah” daripada “rencana Allah”. Saya tidak tahu mengapa pilihan beliau begitu, seolah-olah tidak tahu bahwa pada masa Orde Baru itu kata ‘proyek’ sudah punya makna gimanaaaa gitu. Jodohnya proyek itu senantiasa korup, dan akibatnya mangkrak. Tentu ini tidak eksklusif milik Orde Baru, tetapi pada masa Orde Barulah penjodohan itu sangat marak dan subur karena tau sama taulaaaaah…. Proyek pengadaan buku, proyek pengadaan angkutan, proyek pengadaan mesin, proyek perumahan, dan sebagainya, semua bisa jadi ajang untuk nilěp duit dari pajak rakyat atau bahkan hutang negara, bagaimanapun caranya.
Akan tetapi, bahkan kalaupun kata proyek itu peyoratif, bukankah begitu juga halnya dalam proyek Allah? Manusia yang semestinya terlibat dalam proyek itu bisa nilěp apa saja seturut kepentingannya? Jadi, entah peyoratif atau tidak, proyek Allah itu lebih merujuk pada kerja sama Allah sebagai pemilik proyek dan aset-asetnya dan manusia sebagai pelaksana proyek itu. Bagaimana akhir proyek itu akan bergantung pada bagaimana manusianya sendiri berelasi dengan pemilik, pemimpin, pekerja proyeknya. Dalam hal ini, tak relevan lagi apakah proyeknya terlalu muluk, terlalu besar, terlalu sederhana, terlalu merugi, dan seterusnya. Tak relevan lagi pertanyaan yang disodorkan orang kepada Guru dari Nazareth: sedikit sajakah orang yang diselamatkan, manakah agama yang benar, Tuhan versi manakah yang lebih kuat, dan sejenisnya.
Dalam proyek Allah ini, sejauh manusia tidak menjadikannya sebagai proyek nilěp, tidak lagi penting jawaban pertanyaan infantil itu karena orang dengan tulus berjuang seturut arahan pemilik dan pemimpin proyek. Dalam bahasa Paulus, representasi otoritas proyek itu adalah Roh, tentu maksudnya Roh Kudus, yang tidak kudet karena senantiasa berembug dengan semua yang berkepentingan dalam proyek itu. Nah, biasanya yang nilěp itu justru mereka yang tidak mau berembug, tidak mau transparan, dan kalau sudah begini, biasanya jadi proyek politis, bukan lagi proyek keselamatan Allah.
Ya Allah, mohon rahmat supaya kami setia dalam proyek keselamatan-Mu bagi seluruh ciptaan. Amin.
RABU BIASA XXX C/1
30 Oktober 2019
Rabu Biasa XXX B/2 2018: Celeng Kabeh
Rabu Biasa XXX C/2 2016: Yellow Box Junction
Rabu Biasa XXX A/2 2014: Pentingnya Kepo
Categories: Daily Reflection