Mau Irit 82 M?

Papah saya (eciyeh papah, biasa panggil pa’e atau abah juga) tukang kayu dan sebelum Ai(nge)bon booming, beliau langganan lem bermerk Hefrin. Saya lebih suka aroma Hefrin sebetulnya, tapi apa daya teman-teman yang hobi ngělem itu lebih suka ngebon tadi. Ya sudah toh, de gustibus non disputandum, tapi saya dah kenyang dengan aroma Hefrin sih, jadi sekarang sudah tak kecanduan membaui aroma lem itu.

Akan tetapi, saya belajar sesuatu dari papah saya dalam hal lem kayu itu. Dulu saya mengira cara kerja lem itu seperti cara kerja lem kanji atau nasi gitu: sebelum mengering lemnya, barang yang mau dilekatkan itu mesti ditempelkan dulu. Kalau lemnya kering, ya daya rekatnya hilang, berbeda dari lem Hefrin itu. Memang bisa lem itu dioleskan di permukaan dua benda yang hendak direkatkan, lalu tanpa tunggu lem kering, kedua benda itu bisa langsung direkatkan. Akan tetapi, bukan itu cara yang semestinya ditempuh oleh tukang kayu seperti papah saya itu. Yang dilakukan ialah menuangkan lem ke permukaan, lalu meratakannya ke seluruh permukaan sedemikian rupa sehingga praktis cuma sedikit sekali lem yang dipakai. Tunggu sebentar dan lem di permukaan itu sudah kering, tampak seperti tak ada apa-apa, tapi daya rekatnya, jangan tanya!

Dengan cara itu, papah saya bisa irit 82 milyar. Smart people gituloh (tapi dah irit 82 M, gak kaya-kaya juga tuh papah😂😂😂). Contoh smart people lainnya adalah senior saya. Beliau paling kritis terhadap yunior-yuniornya yang mengagung-agungkan komputer. Di usia senjanya kami sekomunitas pernah makan bersama di restoran dan di akhir acara itu sebelum kami pulang, ia masih berdiam diri di dekat kasir. Ia memelototi struk pembayaran, sementara kami bersembilan sudah di dekat pintu. Tak lama kemudian, beliau kembali ke kasir dan tampak terlibat diskusi yang berujung pengembalian uang oleh kasir karena kekeliruan input. Beliau mendekati kami dengan tawa lebar lalu menunjuk kepalanya,”Begitulah komputer, tapi ini lebih dari komputer.” Dengan begitu, mungkin beliau bisa irit 82 milyar juga dan syukurlah ada smart people yang meneliti anggaran publik sehingga mungkin bisa terjadi pengiritan 82 M itu.

Kiranya tak sedikit orang beragama yang ingin mengejar kesucian, tetapi tak tahu menyiasati jalannya. Paralel dengan itu, tak sedikit orang menginginkan kebahagiaan, tetapi tak tahu mengakalinya selain dengan salah ketik atau beri total dulu rincian belakangan atau hitung sendiri tanpa kontrol, dan sebagainya. Macam-macamlah, rasionalisasi belakangan, tinggal minta pakar manajemen kata nanti kan beres.

Orang beragama mengira jalan kesucian atau jalan kebahagiaan itu adalah menjalankan praktik kebaikan moral atau agama. Padahal, itu hanyalah sekunder. Yang primer adalah yang ditunjukkan oleh fungsi lem Hefrin tadi: kerekatan dengan Allah yang hadir. Jalan kebahagiaan dengan unsur primer kerekatan ini benar-benar irit 82 M. Orang yang masuk ke kedalaman relasi ini, tak lagi ambil pusing dengan 82 milyarnya, tetapi sungguh concern pada motivasinya yang terus dimurnikan, tanpa takut pada mereka yang bermentalitas korup.

Tuhan, biarkanlah kami menelisik-Mu senantiasa dalam hati dan pilihan-pilihan kami. Amin.


KAMIS BIASA XXX C/1
PW S. Alfonsus Rodriguez (SJ)
31 Oktober 2019

Rm 8,31b-39
Luk 13,31-35

Kamis Biasa XXX C/2 2016: Benci Dosa Cinta Pendosa
Kamis Biasa XXX B/1 2015: Hati-hati dengan Pusat Agama
Kamis Biasa XXX A/2 2014: Apa Sih yang Ditakutkan?