Kalau Anda penggemar dan penonton bulu tangkis level dunia, Anda tahu bahwa konsistensi atlet Indonesia saat ini hanya didapati pada sektor ganda putra. Sektor lainnya belum kembali menunjukkan konsistensi kualitas atletnya. Mengapa adik-adik atlet ini tampaknya sulit sekali konsisten dalam penampilan mereka?
Belakangan ini, Kevin/Markus konsisten kalah melawan Endo/Yuta. Endo/Yuta selalu kalah dari Ahsan/Setiawan. Ahsan/Setiawan konsisten kalah dari the minions. Ini konsistensi yang enak ditonton meskipun maunya the minions bisa mengalahkan Endo/Yuta.
Teks bacaan kedua hari ini menyodorkan konsistensi sebagai tanggapan brilian terhadap sentimen para pemuka agama terhadap Guru dari Nazareth. Mereka seakan tak sudi ada orang lain yang mendapatkan legitimasi religius tanpa penilaian mereka. Maka, mereka mencoba menyorongkan Guru itu supaya dihakimi oleh orang banyak akibat ketololannya berlagak jadi guru bagi bangsa Yahudi. Pertanyaan mereka sederhana,”Dengan kuasa apa kamu bisa mengajar dan dari mana kuasa itu kamu peroleh?” Punya ijazah apa dia mengajar dan siapa yang mengeluarkan ijazah itu?
Guru dari Nazareth malah mengembalikan persoalan pemuka agama itu pada konsistensi mereka sendiri terhadap yang sakral dan profan, yang ilahi dan insani. “Lha Yohanes Pembaptis itu sangkamu mendapat kuasanya dari mana?” Nah, puyenglah mereka justru karena mereka tidak konsisten. Mereka tidak percaya pada baptisan Yohanes, maka, kalau mengatakan baptisannya berasal dari Allah, itu tidak sinkron dengan tindakan mereka sendiri. Artinya, kalau percaya bahwa Yohanes membaptis dengan kuasa dari Allah, tentu mereka mau dong dibaptis Yohanes. Celakanya, mereka tidak mau dibaptis Yohanes, tetapi juga tidak bisa mengatakan baptisannya cuma bikinan manusia. Kenapa? Karena sudah telanjur orang banyak memercayainya sebagai nabi.
Dyar kowé. Begitulah nasib orang yang tidak bisa terima bahwa Allah mahabesar, bahwa Allah bisa menjalankan kuasa-Nya juga lewat pihak di luar kelompok agama tertentu, tak tahu beragama itu ngapain. Mereka seakan lupa kisah Bileam yang disodorkan dalam bacaan pertama hari ini. Ini adalah juru tenung bangsa kafir yang alih-alih mengutuk bangsa Yahudi malah memberi berkat, seturut yang disampaikan Allah sendiri lewat malaikat-Nya. Bahwa kemudian ia membuat rencana jahat untuk menghancurkan Israel, itu perkara lain. Pokoknya, Allah yang mahabesar itu bisa memakai ciptaan-Nya yang mana pun untuk menyampaikan pesan. Di sini lalu jelas bahwa tak ada pemisahan antara ranah profan dan sakral. Yang ilahi dan insani itu senantiasa bersinggungan, hanya saja orang baper, yang inkonsisten, tidak bisa melihat singgungannya.
Kembali ke atlet bulu tangkis yang inkonsisten. Bukankah berkali-kali mereka katakan hendak fokus menampilkan yang terbaik? Bawah sadarnya berkata lain sehingga penampilan terbaik tak datang. Nah, isi bawah sadarnya saya tak tahu, tetapi itulah yang berpengaruh besar menentukan bagaimana mereka berlatih, mengelola emosi, membaca taktik lawan, dan seterusnya.
Agama lain tentu bukan lawan, melainkan kawan untuk membantu orang menampilkan yang terbaik dari agamanya sendiri. Yang selalu bikin runyam ialah orang-orang yang merasa agamanya lebih baik dari agama orang lain, yang justru menunjukkan bahwa bukan Allah mahabesar yang merasukinya, melainkan berhala ideologis yang membutakannya untuk melihat yang ilahi dalam segala yang insani.
Tuhan, mohon rahmat konsistensi untuk menangkap cinta-Mu dalam perjuangan hidup kami. Amin.
SENIN ADVEN III
16 Desember 2019
Bil 24,2-7.15-17a
Mat 21,23-27
Posting 2016: Mau Roti Gratis?
Posting 2015: Religious Lag
Posting 2014: Ketika Modus Jadi Bumerang
Categories: Daily Reflection