Katanya nepotisme itu bisa jadi biang susahnya Indonesia maju. Kalau nepotisme berkelindan dengan kolusi dan korupsi, mungkin dibutuhkan beberapa generasi untuk bersih-bersih sapu jagat. Keturunan koruptor kiranya memandang orang tuanya bekerja keras untuk mencintai mereka. Belum lagi kalau korupsi itu diimbangi dengan tindakan amal saleh money laundry. Yang kelihatan segi-segi bagusnya doang, sebagaimana Pancasila NKRI bertoleransi. Keren, cool, mantaaabs. Perkara ada sekelompok orang yang terus menekan kelompok orang lainnya untuk merayakan hari raya di tempat domisili mereka, itu mah lain perkara. Itu perbuatan oknum yang tidak cinta NKRI, yang tidak suka toleransi, dan seterusnya.
Iya betul, tapi elu sebagai (staf, pejabat, asisten sipil) negara ngapain? Cuma komentar gitu doang? Apa bedanya dengan mereka yang intoleran? Dalilnya kan jelas: toleran terhadap intoleransi ya hasilnya intoleransi dong!
Lah, Romo juga bisanya omdo’!
Yeeee, saia kan memang bukan aparatur negara, saya tak punya hak, wewenang, dan kekuasaan bin kekuatan untuk menjamin orang bisa merayakan hari keagamaannya secara lumrah. Jadi, memang bisa saya omdo’ dan menulis sumpah serapah di sini; tapi kan saya tidak bersumpah serapah. Saya cuma mau bilang bahwa negara belum benar-benar hadir; masih terkooptasi oleh bias mayoritas yang sebetulnya adalah ilusi. Saya baru ngeh bahwa klaim mayoritas Muslim di Indonesia itu bisa sangat misleading, sebagaimana orang mengatakan India itu mayoritas Hindu. Kenapa? Karena Hindu tidak monolitik, begitu juga Islam, Katolik, (apalagi) Kristen!
Saya tidak perlu membahas agama lain. Sudah pernah saya singgung juga sepertinya bahwa dalam kekatolikan, dalil bahwa Gereja itu satu, tak lagi bisa dimengerti sebagai kuantitas tunggal. Bukan mentang-mentang ada hirarki yang berujung pada paus njuk Katolik itu satu. Ini omong kosong. Sebagaimana ada pimpinan partikelir yang tak mau mengakui kepemimpinan Jokowi sebagai presiden, begitu juga halnya dalam Gereja Katolik, adalah mereka, meskipun cuma segelintir, yang tidak mau mengakui kepemimpinan Paus Fransiskus. Wujudnya bisa bermacam-macam, tidak harus mengatakan bahwa Paus yang sekarang ini iblis.
Problemnya bukan bahwa kenyataan itu beragam interpretasinya, melainkan bahwa orang yang beragam itu tak terbiasa membuka tempurung untuk berkunjung pada tempurung lain dan menimba pelajaran darinya. Problemnya bukan bahwa nepotisme per se buruk, melainkan bahwa orientasi nepotisme itu membatasi kolusi yang mengerucut pada tindakan korupsi.
Saya baru ngeh bahwa bacaan hari ini mengindikasikan nepotisme. Maria bersaudara dengan Elisabet. Elisabet melahirkan dan membesarkan Yohanes Pembaptis. Maria melahirkan Yesus dari Nazareth. Biar jadi Mesias, Yesus ini dibaptis dulu oleh saudara sepupunya, Yohanes Pembaptis. Apa ini bukan semacam nepotisme?🤣🤣🤣 Gusti Allah itu… nepotis juga ya?
Nepotisme di sini berbeda dari romantisme koruptor yang bisanya berkolusi dengan mengandalkan relasi kekeluargaan. Kunjungan Maria kepada Elisabet terjadi bukan lantaran kangen saudara, melainkan orang yang hidupnya berfokus pada kehendak Allah itu terdorong untuk mencari peneguhan dari mereka yang juga punya fokus yang sama. Nepotisme hanyalah jalur realisasi kehendak Allah, bukan perjumpaan persekongkolan untuk korupsi. Dalam perjumpaan itu, orang bisa saling belajar, saling meneguhkan dalam pergumulan mencari kehendak Allah.
Tuhan, semoga kami menemukan apa yang Kaukehendaki dari diri kami demi kemanusiaan yang berkeadilan sosial. Amin.
HARI KHUSUS ADVEN
21 Desember 2019, Sabtu
Posting 2017: Terlambat Buru-buru
Posting 2016: Demen Amat sama Atribut
Posting 2014: Mari Gembira
Categories: Daily Reflection