Jauh Bibir dari Hati

Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.

Kalimat itu saya ambil karena persis di tengah-tengah teks bacaan hari ini. Kalimat itu bisa dijelaskan oleh kalimat sebelum dan sesudahnya: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.

Nah, mereka yang alergi agama mungkin merasa mendapatkan alasan atas alerginya karena agama begitu dekat dengan adat istiadat. Maksud saya, setiap agama punya adat istiadatnya sendiri. Itu ada benarnya, tetapi ayat-ayat tadi tidak hanya bicara soal agama, tetapi soal tendensi manusia pada umumnya.

Contoh memalukannya pernah saya sentil enam tahun lalu lewat blog ini. Jadi ceritanya tiga puluh tahun lalu, lebih sedikit sih, saya baru masuk kelas nol (tapi nol SMA😁). Nah, salah satu guru kami bercerita soal penampakan Maria di Surabaya, dengan foto-foto menakjubkan, dengan buku bacaan yang, kalau tak salah ingat, ada pesan-pesan Bunda Marianya juga. Beberapa hari kemudian, pada suatu malam, pada saat jam studi malam hari, seorang teman menyampaikan berita heboh bahwa ada bintang yang terangnya tak seperti biasanya. Hampir semua teman seangkatan (tapi saya tak menghitung sih) itu keluar dari kelas dan berkumpul di halaman.

Entah kebodohan apa yang merasuki saya, saya ya ikut saja keluar dan memang saya lihat ada bintang yang terang itu. Cerita tentang penampakan Maria tadi memang menyebut juga soal bintang terang. Akan tetapi, sebetulnya saya berpikir bahwa itu sesuatu yang biasa saja bahwa pada malam hari ada bintang yang jauh lebih terang daripada bintang lainnya. Menurut Om kita semua nama bintangnya itu Sirius (Alpha Canis Majoris). Lucunya, ada yang kemudian berdoa, bahkan sepertinya ada yang berdoa rosario.

Lha ya baik toh, Rom, wong berdoa?
Iya, tapi itu waktunya belajar.😁 Suatu tindakan itu disebut baik juga bergantung pada motif, konteks, dan tujuannya. Tidak ada tindakan konkret tertentu yang baik, benar, tepat sepanjang segala abad. Lha kalau ada silakan jadi patung saja toh, atau diformalin, biar formalisme makin jos!
Peristiwa itu ternyata bertahan agak lama sampai kemudian terbongkar kasus penipuannya. Haiya, zaman saya kelas nol SMA itu belum begitu populer teknik laser dan hologram untuk menampilkan penampakan imaji tertentu.

Jangan salah, meskipun kasus penipuan itu sudah terbongkar [iklan posting enam tahun lalu: penampakan atau tipu-tipu], tetap ada pengikut garis keras influencernya. Dengan begitu, kalimat yang saya kutip di atas mendapatkan contohnya: Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.
Teknologi audiovisual adalah perintah manusia, dan itu memang bisa dipakai untuk peribadatan atau doa. Akan tetapi, umat beriman tetap perlu waspada apakah ibadat dan doanya semata mengikuti perintah manusia yang bisa memanipulasi orang dengan musik yang memainkan perasaan orang dan visual yang membangkitkan emosi.

Kalau tidak, ibadat dan doanya ya jadi seperti yang disitir Guru dari Nazareth itu: memuliakan Allah dengan bibir, tetapi jauhlah hatinya dari Allah.
Ya Tuhan, mohon tambahkanlah iman kami supaya bibir kami tak jauh dari hati yang sungguh terpaut pada-Mu. Amin.


SELASA BIASA V A/2
11
Februari 2020

1Raj 8,22-23.27-30
Mrk 7,1-13

Posting Tahun B/2 2018: House of Hoax
Posting Tahun C/2 2016: Ad Maiorem Diri Gue

2 replies

  1. _memuliakan Allah dengan bibir, tetapi jauhlah hatinya dari Allah_,, teringat kotbah seorang ustad di masjid di dekat perempatan jalan tadi selagi sya nunggu fotokopi _nek sholat kui ra ana pahalane apa kowe padha ya padha sholat_ (kalau sholat tidak ada pahalanya , apa masih mau sholat),, ngga sama bener sih, ..tapi bagaimana seorang yg beragama bersikap dan memposisikan diri di hadapanNya..

    Maturnuwun inspirasinya..

    Like