Diminished

“Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku!” Ini adalah gugatan yang bisa dilontarkan setiap orang beriman dengan keterangan waktu beraneka ragam di ujung keputusasaannya: saat lingkaran kesendirian menjadi bulat sempurna.
Anda tidak harus percaya bahwa Yesus mati disalib untuk memahami kenyataan universal itu. Akan tetapi, dari narasi pergumulannya di salib, orang dapat belajar bagaimana melampaui pesisir keputusasaan.

Jadi, ceritanya seakan-akan Guru dari Nazareth ini mengakumulasikan seluruh hidupnya sampai di kayu salib: sejak kecil sudah harus diungsikan, setelah agak besar ditegur orang tuanya karena nggelidhik, setelah dewasa pun punya teman-teman dekat yang akhirnya berkhianat atau tak tahan dengan prinsip hidupnya, akibat pengkhianatannya pun berujung pada hukuman keji dari penjajah Romawi, dan ia merasa ditinggal sendiri di salib. Tegangan yang dialaminya di tebing keputusasaan itu tak main-main: percaya atau tak percaya akan Allah yang senantiasa bersama umat-Nya.

Nuansa tegangan ini juga bisa dirasakan dalam musikalisasi narasi. Ada momen dalam narasi itu yang kental dengan ketegangan, yaitu ketika musik menampilkan akor diminished yang biasa disingkat dengan dim. Silakan dengar musikalisasi narasi itu dalam klip 50 detik. Akor diminished ditampilkan pada detik-detik terakhir ketika paduan suara menyerukan nama Barabas. Kisahnya yaitu ketika istri Pilatus mendesak suaminya supaya tak ikut campur urusan Yesus dari Nazareth dan kemudian Pilatus menawarkan opsi kepada orang Yahudi untuk membebaskan penjahat atau Yesus dan khalayak berseru lantang,”Barabas!”

Begitulah nuansa akor diminished. Memang tidak sangat terasa sensasinya kalau hanya mendengar lewat speaker hape. Pokoknya gitu deh.

Kembali ke pergumulan Yesus di salib tadi, rupanya Yesus mengatasi keputusasaannya justru dengan mengurangi kata-kata dari mulutnya. “Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku” diikuti sikap penyerahan kepada-Nya. Tentu saja, karena kondisi fisiknya, untuk berkata-kata pun tidaklah mudah. Berteriak tentu butuh energi ekstra dan kalau itu sampai dilakukannya, tentu kata-katanya sangat bermakna, sekurang-kurangnya bagi dirinya sendiri. Akan tetapi, akor diminished ini sebetulnya sudah ditampilkannya sejak masa persidangannya.

Yesus cuma menjawab rasa kepo Pilatus apakah dia adalah raja orang Yahudi dengan jawaban,”Kamu sendiri mengatakannya.” Pilatus pun terheran-heran karena Yesus tutup mulut meskipun di luar sana aneka macam tuduhan para pemuka agama dilemparkan kepadanya. “Tidakkah kau dengar betapa banyaknya tuduhan saksi-saksi ini terhadapmu?”  Lingkaran kesepian yang perlahan-lahan mendera sekelilingnya, mencekik pula kata-katanya. Di luar sana kata-kata kasar dan keras silih berganti mencipta polusi, tetapi Yesus menanggapinya dengan judul film garapan Martin Scorsese: Silence.

Barangkali memang di hadapan misteri dan tragedi, orang beriman yang berjalan di tubir keputusasaan perlu akrab dengan lockdown dirinya sendiri tanpa menuntut orang lain atau bahkan mempersalahkan mereka, yang mungkin saja de facto memang salah. Ini bukan lagi soal mencari kambing hitam atau menunjukkan letak kesalahan, bukan juga soal pasrah bongkokan tak punya usaha, melainkan soal mengakui ketidakmampuan makhluk untuk mengatasi kerapuhan hidup fana. Dalam deraan keputusasaan dari segala penjuru itu, Guru dari Nazareth memberi contoh: diam, bernafas selagi bisa, dan serahkan hidup kepada Pemiliknya. Kepemilikan manusia atas hidup ini membutuhkan akor diminished.

Ya Allah, mohon rahmat jiwa besar dan hati yang rela berkurban untuk memuliakan Engkau. Amin.


HARI MINGGU PALMA A/2
5 April 2020

Yes 50,4-7
Mzm 22,8-9.17-18a.19-20.23-24
Flp 2,6-11
Mat 26,14-27,59

Posting 2017: Hashem Melech 3.0
Posting 2014: Welcoming The Wisdom
*