Cinta Nan Mrucut

Pada posting kemarin saya simpan pertanyaan reflektif: siapakah cinta pertama Anda?
Kalau Anda harus menjawabnya, saya yakin, memori Anda akan kembali ke masa SMP/SMA atau kuliah. Ngaku aja deh!🤣
Kalau dari bacaan kemarin saya tunjukkan kesalahkaprahan penafsiran ayat “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”, hari ini langsung ada contohnya.

Ceritanya ada seseorang yang mendatangi Guru dari Nazareth dan memintanya supaya menyuruh saudaranya berbagi warisan. Tanggapan sang Guru konsisten: memangnya siapa yang menunjukku jadi hakim atas perkara warisan begini? Ini adalah ranah “urusan Kaisar” yang kemarin disinggungnya. Artinya, hambokya dirembuglah bersama pihak-pihak terkait, dibicarakan baik-baik bagaimana warisan itu semestinya dibagi. Kalau sudah ada rujukan hukumnya, itu bisa dipakai; kalau hukumnya tak relevan, ya didiskusikan, dibahas, diperbaiki supaya tidak menimbulkan ketimpangan atau ketidakadilan, dan seterusnya.

Guru dari Nazareth tidak menyediakan pedoman praktis, justru karena pedoman praktis itu bergantung pada kepentingan dan kebutuhan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Yang disodorkannya adalah kerohanian yang memungkinkan pedoman praktis itu muncul dari kedalaman hati orang. Dengan demikian, perubahan yang terjadi pada “urusan Kaisar” tadi adalah perubahan dari dalam; perubahan yang muncul karena cinta pertama.
Loh kok ujug-ujug nongol cinta pertama, Rom?
Lha bukankah cinta pertama Anda membuat perubahan dalam hidup Anda? Yang tadinya malas jadi rajin. Yang tadinya omong kasar jadi lebih halus. Yang tadinya berpenampilan kumuh jadi sedikit lebih rapi, dan seterusnya. Iya, kan?

Guru dari Nazareth cuma mengingatkan pendengarnya supaya cinta pertama itu tak lagi ditempelkan pada “urusan Kaisar”, tetapi urusan Sang Pemberi Kehidupan. Maka dari itu, alih-alih mengajak penanyanya untuk melihat hukum mengenai pembagian warisan, sang Guru menyodorkan cerita yang berguna untuk memahami apa yang ada di balik hukum warisan, yang sifatnya bikin orang lebih enteng menjalani “urusan Kaisar” tadi. Ini memang bisa disalahpahami sebagai sikap masa bodoh, tetapi bukan itu sasarannya.Ā Ā 

Sasaran Guru dari Nazareth senantiasa adalah bahwa cinta pertama itu menggerakkan pola hidup orang dalam sistem mana pun ia hidup. Hanya saja, ia membalik konsep cinta pertama itu, dari yang tertangkap oleh indra, yaitu “urusan Kaisar”, jadi “urusan Allah”. Ini ditunjukkan oleh ceritanya, bagaimana kapitalis menumpuk modalnya untuk dirinya sendiri. Seperti Kaisar, ia meletakkan gambaran dirinya pada kapital. Harga dirinya terletak pada kapital dan karena itu berbagi kapital dengan petani gurem, nelayan kecil, pengusaha sederhana, adalah pemerosotan kualitasnya. Ini karena cinta pertamanya adalah kapital, “urusan Kaisar”.Ā Sebaliknya, saking getolnya berbagi, orang bisa juga mengeliminasi keunikan pribadi (bahkan tanpa perlu masuk dalam sistem sosialisme atau komunisme). Kesemuanya itu tetaplah “urusan Kaisar”.

Maka, sang Guru berpesan supaya orang waspada terhadap “urusan Kaisar” itu; bukan karena “urusan Kaisar” itu buruk, melainkan karena orang bisa tertambat padanya seakan-akan itulah yang memberi kualitas kehidupannya. Tak mengherankan, ada orang yang melenyapkan nyawa saudaranya karena urusan warisan, bukan? Ini bukan persoalan hukum semata, melainkan persoalan cinta pertama yang mrucut.
Tuhan, tambahkanlah cinta kami pada-Mu. Amin.


SENIN BIASA XXIX A/2
19 Oktober 2020

Ef 2,1-10
Luk 12,13-21

Senin Biasa XXIX B/2 2018: Om Sedekah OmĀ 
Senin Biasa XXIX C/2 2016: Robot Cinta Eaaa
Senin Biasa XXIX A/2 2014: Berenang-renang Dahulu, Bersenang-senang Kemudian

1 reply

  1. 🤭kl dmk sy keliru, rm.😁bila cinta pertama mns adh Tuhan, mmg hrs konsisten cinta menjd jauh dr eksklusif. BR menjb dg quotesnya sendiri (then should we be afraid of..), to fear love is to fear life, and those who fear life are already three parts dead🤣ah, cinta mmg menyehatkan tubuh

    Like