Jenjang pendidikan menengah saya berlangsung dalam dunia pesantren, tapi berlabel Katolik. Karena hari ini adalah Hari Santri Nasional, saya turut berdoa bagi para santri supaya dari hari ke hari bimbingan dari Allah sendiri semakin memperkokoh daya jiwa mereka untuk mengenali bisikan Roh Allah dalam hidup sehari-hari. Juga berdoa bagi almarhum KH Abdullah Syukri Zarkasyi, pimpinan pesantren modern yang kemarin dipanggil Tuhan untuk menikmati kedamaian abadi bersama-Nya. Saya beberapa kali lewat kompleks pesantren beliau tetapi belum pernah tinggal di sana.
Meskipun demikian, sebagai lulusan pesantren Katolik, kurang lebih saya paham dinamika harian yang mungkin terjadi di sana. Pesantren saya sendiri dulu cuma menampung tiga ratusan cowok dari berbagai provinsi di Indonesia, terbagi dalam empat jenjang. Kelas nol untuk penyetaraan. Maklum, kan yang masuk ke situ dari berbagai tempat, dari dusun terpencil sampai kota metropolitan, seperti saya.🤣 [Padahal ya wong ndesa.] Kelas satu sampai kelas tiga setara dengan SMA. Selepas dari situ, saya masuk pesantren tingkat lanjut. Santrinya sudah jauh lebih sedikit dari tingkat menengah.
Entah santri tingkat menengah atau lanjut, semuanya memiliki jadwal yang sangat teratur untuk pembinaan diri. Bisa dilihat pada tautan ini. Itu hanya pengaturan waktunya, tetapi tentu Anda tahu bahwa tidak mungkin tiga ratus cowok itu mandi bareng; lha wong kamar mandinya paling juga hanya seratus. Jadi, katakanlah satu kamar mandi dipakai untuk tiga orang. Berarti, sementara ada yang mandi, ada juga yang mesti bersih-bersih kompleks, dan ada yang berolah raga. Alasannya ya demi kebersihan dan kesehatan, tetapi sebetulnya ya karena kamar mandinya cuma seratus itu. Dengan kata lain, mesti antre.
Saya dengar antrean di pesantren tidak hanya untuk mandi, tetapi juga untuk makan. Nah, itu lebih formatif lagi karena santri punya peluang untuk mengenal dirinya: apa reaksi-reaksinya pada saat kelaparan dan mesti antre. Dari reaksi-reaksi itu bisa ditelusuri aneka macam unsur kepribadian orang untuk kemudian diolah sedemikian rupa sehingga pada saatnya mereka bisa mengambil pilihan dan keputusan seturut apa yang disodorkan teks bacaan hari ini.
Loh, gimana toh, Rom? Lha di pesantren kan gak diberikan teks bacaan hari ini?
Ya ember, bahkan di sekolah Katolik pun belum tentu bacaan hari ini disodorkan, kecuali sekolah pesantren Katolik tadi.🤣
Kemarin sudah saya singgung bagaimana Guru dari Nazareth menegaskan bahwa surga atau Kerajaan Allah itu bukan urusan nanti, melainkan urusan sekarang dan di dunia sini. Dalam bagian lain juga dijelaskan bahwa ini bukan perkara di dunia sini nabung dan kelak di dunia sana mengambil hasil atau bunga tabungannya. Ini benar-benar perkara mewujudkan surga di dunia sini. Surga, dalam teks bacaan hari ini, tidak diraih dengan hidup adem ayem, tetapi dengan hidup dalam antrean ala pesantren tadi. Setiap santri dipastikan bisa makan jika dalam masa antrean itu prosesnya berjalan baik, baik saat memasaknya maupun saat pengambilan dan makannya sendiri.
Nah, teks bacaan hari ini menunjukkan bagaimana orang beriman mesti hidup dalam antrean itu: menentukan pilihan dan keputusan yang pada saat tertentu bisa menimbulkan pertentangan dari yang lainnya. Kebenaran, kalau itu yang sesungguhnya, memang memicu pertentangan; bukan karena soal benar-salahnya, melainkan soal tendensi kemunafikan manusia, yang konon berkoar-koar hendak hidup di jalan tol menuju Allah, tetapi diam-diam sebetulnya ingin antre di jalan tikus.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya pilihan-pilihan kami senantiasa menuntun jiwa kami pada cinta-Mu. Amin.
KAMIS BIASA XXIX A/2
Hari Santri Nasional
22 Oktober 2020
Kamis Biasa XXIX B/2 2018: Mana Yang Sakral
Kamis Biasa XXIX C/2 2016: Cinta Rese’
Kamis Biasa XXIX A/2 2014: Benci tapi Kok Cinta Ya?
Categories: Daily Reflection
Selamat Hari Santri.🙏 Semoga kt semua bersemangat untuk saling membantu dn membangun kerja sama tim yg kuat, u membangun bangsa dn dunia yg lebih baik, Amin
LikeLiked by 1 person