Tahun lalu sudah ada posting dengan judul Lirikan Matamu, dengan acuan lagu dangdut gubahan A. Rafiq. Sebetulnya lagu itu juga nongol lagi di kepala ketika mendapati narasi teks bacaan hari ini, tetapi baiklah judulnya saja yang saya pakai lagi. Pokoknya, dua tokoh hari ini menunjukkan level pandangan yang berbeda: yang satu menyodorkan tatapan yang mengobjekkan yang lain, yang lain menatap dengan cinta sejati. Yang satu tak bermaksud mengalami perjumpaan, yang lainnya jelas mengungkapkan hasratnya untuk berjumpa sungguhan.
Rupanya, tatapan cinta sejati punya daya ubah terhadap tatapan yang mengobjekkan tadi. Jelaslah siapa yang saya maksudkan dua tokoh itu: Guru dari Nazareth dan Zakheus. Jelas pula siapa yang punya tatapan cinta sejati dan tatapan mengobjekkan. Yang mengobjekkan ialah dia yang stalking, hidup dari gosip, naik pohon, dan semacamnya untuk memenuhi dorongan kepo. Saya tertarik melihat dinamika perubahan dua tatapan ini.
Pertama, kalau dikontemplasikan, adegan pertemuan dua tokoh itu memuat aneka kata kerja yang menunjukkan gerak: masuk, berjalan, melintasi, berlari, memanjat, turun, dan seterusnya. Hectic sekali nuansanya. Suasana itu berakhir ketika tatapan cinta sejati disambut, karena cinta sejati itu hendak “menumpang di rumah” tokoh yang tatapannya mengobjekkan yang lain. Tentu saja, gembiranya bukan main, tetapi dinamika geraknya berubah dari dimensi eksterior ke interior: perubahan terjadi dalam diri Zakheus.
Kedua, perubahan dalam diri Zakheus ini menunjukkan karakter cinta sejati: tak mengarahkan orang pada dirinya sendiri, tetapi pada yang lain. Tidak ada ceritanya bahwa Zakheus ini, dalam suasana euforianya, memutuskan untuk nginthil jadi follower Guru dari Nazareth (meskipun bisa saja dia meninggalkan segala-galanya dan ikut Guru dari Nazareth seperti dibuat Lewi pemungut cukai). Narasi itu menunjukkan perubahan interior Zakheus dengan nazarnya: setengah kekayaannya diberikan kepada kaum miskin dan kalau dia ternyata memeras rakyat, hasil perasannya itu akan dikembalikannya.
Itulah keselamatan yang disinggung Guru dari Nazareth, ketika orang-orang lain yang hadir menggerutu karena menurut mereka pemungut cukai ini mesti dijauhi dan dihukum. Pada momen Zakheus mengalami perjumpaan autentik dengan Guru dari Nazareth, pada momen itu tatapannya bergeser kepada kaum miskin dan mereka yang mungkin telah diperasnya. Ini seperti karambol, tatapan Zakheus yang mengobjekkan Guru dari Nazareth itu, karena perjumpaan dengan cinta sejati, mengarahkan perhatiannya pada kelompok orang yang selama ini diabaikannya. Zakheus tidak hendak mengobjekkan Guru dari Nazareth dengan memberikan kekayaannya kepada Guru dari Nazareth, tetapi dengan memperhatikan kaum lemah yang luput dari tatapannya.
Demikianlah, jika orang tersengat cinta sejati, ia tidak terpukau oleh objek keponya dan berkubang di sana, tetapi seperti ditunjukkan juga oleh Guru dari Nazareth kepada Petrus: menggembalakan domba-dombanya. Jika cinta sejati manusia adalah Allah, orang tidak mengungkung dirinya pada perkara-perkara batin belaka, tetapi menemukan cara untuk berjumpa dengan cinta sejatinya itu dalam perhatiannya pada kemanusiaan. Ini tidak bisa dibalik ya, seakan-akan semua perhatian atau cinta pada kemanusiaan (filantropi) adalah bentuk cinta sejati. Bisa jadi itu adalah manifestasi tatapan yang mengobjekkan tadi.
Ya Allah, mohon rahmat untuk menatap dunia sebagaimana Engkau memandangnya. Amin.
SELASA BIASA XXXIII A/2
Pw S. Elisabet dari Hungaria
17 November 2020
Selasa Biasa XXXIII B/2 2018: Mari Berjihad
Selasa Biasa XXXIII C/2 2016: Seek Ye First
Selasa Biasa XXXIII A/2 2014: Berjumpa Kristus Ya Mestinya Happy
Categories: Daily Reflection
Dangdut dn rhum raisin😲
LikeLike