What are you looking for

Untuk mengambil keputusan, tampaknya orang perlu menjawab pertanyaan mengenai apa yang dicarinya dalam hidup ini, quo vadis, dan sejenisnya. Jika tidak menjawabnya, pertanyaannya tidak hilang; bisa jadi terselip di alam bawah sadar, di balik slogan ketulusan atau kepentingan umum, dan pengabaian pertanyaan itu jadi biang aneka penyakit masyarakat. Hal yang sama juga bisa terjadi jika jawabannya omong kosong belaka. Supaya tidak omong kosong, mungkin baiklah belajar dari teks hari ini.

Sudah saya singgung kata “melihat” yang dalam bahasa Yunani dituliskan dengan βλέπω dan ὁράω. Blepo berarti melihat dengan indra fisik, sedangkan horao dengan hati dan akal budi. Dalam teks bacaan hari ini, kata “melihat” yang jadi perhatian saya adalah pada kalimat kedua dan kalimat terakhir (memandang), yaitu ἐμβλέπω (emblepo). Yang membedakan dengan blepo dan horao bukan elemen kacamata yang dipakai untuk melihat, melainkan elemen objek yang dilihat. Emblepo berarti melihat kedalaman diri, kualitas sejati pribadi yang lain.

Imam Eli, dalam teks bacaan pertama, setelah dua kali dikira memanggil Samuel, akhirnya mengerti bahwa yang memanggil Samuel adalah pribadi Allah. Yohanes Pembaptis juga butuh waktu untuk melihat kedalaman diri Yesus. Menariknya, dari proses pemahaman itu dia menganalogikan Yesus sebagai anak domba Allah! Dalam tradisi Yahudi, anak domba terasosiasikan dengan hewan lemah yang dijadikan korban demi keselamatan umat Israel. Transformasi hidup, yang semula diwarnai kedosaan, tidak dipicu oleh binatang terkuat, tetapi oleh hewan yang lemah lembut.

Anak domba Allah yang ditunjuk Yohanes itu dikorbankan supaya kemanusiaan tidak dicengkam oleh rivalitas dunia binatang, yang manipulatif, saling mendominasi, menjadi terkuat, terpintar, terkaya, dan seterusnya. Ini suasana kedosaan, yang tidak pertama-tama mesti diampuni secara formal dalam Gereja Katolik, tetapi disingkirkan persis dengan kultur yang berkebalikan dengan tendensi mau jadi pemenang itu.

Kalau begitu, umat beriman yang hendak ambil bagian dalam transformasi masyarakat seyogyanya mengikuti kedalaman pribadi anak domba ini. Ia senantiasa mencari identitas internal, bahkan meskipun terpukau oleh aneka kualitas eksternal, karena mengerti bahwa kedamaian, ketenangan, keheningan, kebahagiaan tidak bisa dimanipulasi oleh teknik atau metode (pun jika itu adalah teknik meditasi, doa, dan sejenisnya).Mengabaikan pencarian ini membuat orang terjebak dalam pencarian privilese, popularitas, kemenangan atas yang lain, dominasi, kontrol, dan sejenisnya. Tak suka A, pindah ke B, bermasalah dengan B, ganti C, dan seterusnya, dan orang tak kunjung mendekati kesejatian hidup karena hanya melihat kualitas eksternal, yang visible to the eye.

Tuhan, ajarilah kami melihat cinta-Mu di kedalaman apa saja yang terpantau oleh indra kami. Amin.


HARI MINGGU BIASA II B/I
17 Januari 2021

1Sam 3,3b-10.19
1Kor 6,13c-15a.17-20
Yoh 1,35-42

Posting 2018: Cari Apaan Sih Lu?
Posting 2015: Dominus, wo bist Du?

1 reply

  1. Jk ada yg berkata, Oh! Sy hanya peduli dg Tuhan. Mk bs jd itu bkn fakta. Faktanya adh kita ada di dunia. Saat angin bertiup, kt menggigil. Merasa lapar dn haus. Butuh tidur, dll. Kt hanya hrs sadar ada nilai2 yg lbh tinggi, dn ide itu sbnrnya pun sdh ada, kt ckp tau mana yg benar dn tdk, terkait Gagasan yg lbh tinggi ini, dg urutan tingkat nilai: individu, sosial, dunia/alam semesta, dan Tuhan Pencipta. Sy senang Tuhan mencontohkannya pd mns, CintaNya yg memberi kekuatan, yg memperluas dn memperdalam rasa dunia, atau setdk2nya utk merayakn keindahan (dn kesia2an (?))😁🤭dari keadaan setengah sadar kt, utk membangun kesadaran yg terbuka thdp realitas org lain.

    Liked by 1 person