Ada perbedaan cara kerja antara orang yang bekerja demi kebaikan pemerintahan dan orang yang bekerja demi jadi pemerintah. Begitu juga halnya antara orang yang bekerja demi pelayanan publik dan orang yang bekerja di sektor pelayanan publik semata demi upah. Sama-sama dapat upah juga dari pajak publik, tetapi sikap memerintah dan melayaninya berbeda. Ini tak perlu dijelaskan, silakan buat survei sendiri ya, bisa di rumah sakit atau kantor pemerintahan, misalnya.
Melayani bukanlah tendensi manusia pada umumnya; begitu pula diperintah. Maka, entah disadari atau tidak, orang biasanya punya motif campuran ketika melayani atau membiarkan dirinya diperintah. Motif campuran seperti ini bukanlah kejahatan, cuma bikin kebahagiaan hidup orang bersyarat karena tak sungguh-sungguh murni atau tulus. Baru jadi kejahatan besar kalau dampak yang ditimbulkannya merusak kualitas kemanusiaan secara masif. Tidak usah saya beri contoh ya.
Tendensi seperti itulah yang bikin perkara antara Guru dari Nazareth dan murid-muridnya. Memang perkaranya tidak berat, karena murid-murid tentu tak berniat jahat. Mereka tak seperti kaum Farisi dan Ahli Taurat, yang terus berusaha mencela, mengkritik, bahkan menghakimi Guru dari Nazareth. Akan tetapi, niat mulia yang berkelindan dengan motif campuran tetaplah jadi perkara dalam urusan mengikuti Sang Guru.
Dalam teks hari ini diceritakan bagaimana para murid kelupaan membawa roti dan Sang Guru berwacana supaya mereka waspada terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Terhadap nasihat itu murid-murid malah menghubung-hubungkannya dengan kelupaan mereka membawa roti, seakan-akan yang diperhatikan Guru mereka ini adalah perkara perut belaka. Padahal, baru saja mereka alami bagaimana dengan beberapa potong roti, sekian banyak orang dapat dilayani karena fokus Sang Guru pada kesejahteraan bersama yang dikehendaki Allah Bapanya. Para murid ini berdecak kagum pada Sang Guru tetapi hidup mereka belum juga diresapi cara berpikir Sang Guru.
Tampaknya tak ada dari murid-murid itu yang mau menerima paham Mesias sebagai hamba Allah yang melayani. Kenapa? Ya karena konsekuensinya mereka juga mesti hidup melayani. Padahal, itu bukan tendensi bawaan mereka, bukan? Tendensi bawaan mereka justru yang disinggung Guru dari Nazareth itu: ragi Herodes dan orang Farisi. Ini bukan larangan Sang Guru bagi para murid untuk berposisi seperti Herodes atau orang Farisi, melainkan perkara kemurnian bin ketulusan untuk memanfaatkan posisi atau jabatan sebagai jalur pelayanan, bukan jalur kekuasaan. Tanpa kemurnian hati itu, pelayanan mengerucut pada kepentingan kekuasaan sektarian, golongan, atau klan sendiri.
Ya Allah, mohon rahmat kemurnian hati supaya pelayanan kami semata demi kemuliaan-Mu. Amin.
SELASA BIASA VI B/1
16 Februari 2021
Kej 6,5-8; 7,1.5-10
Mrk 8,14-21
Posting 2019: Daripada Galau
Posting 2017: Tuhan Saja Bertobat
Posting 2015: Hatinya Mana?
Categories: Daily Reflection