Follower

Kata kerja yang bisa jadi penghubung dua bacaan hari ini adalah “mengikuti”. Ini kata kerja transitif, yang membutuhkan objek. Dalam teks bacaan pertama objeknya adalah “allah lain”, sedangkan dalam bacaan kedua adalah “aku”. Yang pertama menunjukkan jalan kehancuran, yang kedua jalan hidup abadi. Pertanyaan untuk orang beriman sekurang-kurangnya mesti melibatkan dua objek itu: apakah mau jadi follower “allah lain” atau follower “aku”. Akan tetapi, mana ada yang jelas halnya dengan “allah lain” atau “aku” itu, kan?

Sudah jamak bahwa orang yang mengklaim dirinya mengikuti “aku”, ujung-ujungnya cuma mengikuti  pikiran, keinginan atau malah kesenangannya sendiri? Ujung-ujungnya “allah lain” juga: kebiasaan, adat, agama, fulus, ideologi, dan sebagainya. Dalam teks, “aku” itu merujuk pada sosok Yesus, tetapi berapa banyak yang mengidentikkan Yesus itu dengan Yesus historis seperti layaknya pemain bola yang jadi tumpuan tim pemenang premier league musim lalu? Ujung-ujungnya “allah lain” juga.

Supaya tidak tersesat kepada “allah lain”, follower “aku” ini perlu menempatkan “aku” dalam perspektif luas. Salah satunya ditawarkan agama Kristen: dia yang tidak melekat pada hidupnya sendiri, tetapi memberikan hidupnya supaya manusia, dengan segenap kekuatannya, berjibaku membangun hidup yang layak dihuni bagi semakin banyak mungkin orang. Follower “aku” ini ialah dia yang dalam aneka pekerjaannya, entah receh entah remeh, melihat Allah pada pusat aktivitasnya (barangkali posting Manete in me relevan di sini). Sebaliknya, follower “allah lain” ialah dia yang seluruh pekerjaannya semata-mata mengabdi ideologinya sendiri, agamanya sendiri, kesukaannya sendiri, dan seterusnya.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya aku sungguh dapat menjadi follower-Mu. Amin.


SENIN BIASA XX B/1
16 Agustus 2021

Hak 2,11-19
Mat 19,16-22

Senin Biasa XX C/1 2019: Cinta Robot? 
Senin Biasa XX A/1 2017: Terbaik Cuma Satu