Anda tentu masih ingat bagaimana keyakinan para teroris agama berkenaan dengan paha(la) bidadari, misalnya, mendapat aneka komentar miring dari warganet. “Silakan pergi duluan saja ketemu bidadari, tak usah ajak-ajak orang lain!” Begitu juga dengan ungkapan langit ke tujuh, dan semacamnya. Aneh kalau pada zaman now ini masih ada orang yang percaya akan adanya langit yang berlapis-lapis karena “di atas langit masih ada langit”. Sekarang, saya malah perlu belajar dari keyakinan para teroris agama itu untuk mengerti apa yang dirayakan Gereja Katolik hari ini: kenaikan Yesus ke surga.
Kalau Anda menertawakan keyakinan para teroris yang menanti pahala tadi, bisa jadi Anda juga menertawakan keyakinan bahwa Yesus atau siapa lagi naik ke surga.
Lah, ya beda, Rom, mereka teroris sesat kok; mosok dipadankan dengan keyakinan Yesus naik ke surga?
Sama-sama memakai bahasa simbolik! Andaikata itu bukan bahasa simbolik, andaikan ada kepastian bahwa bidadari menanti di langit ke-7 [atau ke-12 kalau bidadarinya lupa untuk turun], tentu para teroris tak akan mengajak orang lain untuk mati dan mendapati bidadari itu duluan! Kalau begitu, pasti bukan bidadarinya yang diincar. Itu cuma iming-iming motivator supaya ada orang lain yang mau coba-coba [lha ndelalahnya kok ya ada yang mau jadi proyek coba-coba]. Ada hal lain yang hendak disasar teroris agama ini. Apakah yang dikejar teroris agama ini?
Saya duga: pembenaran, restu, rida Allah.
Itu juga yang dibuat penulis teks hari ini untuk menggambarkan rida Allah terhadap apa yang dibuat Yesus: dituliskannya bahwa Yesus itu terangkat ke surga. Tak perlu dibayangkan bahwa Yesus menguasai teknik meditasi tingkat paripurna dan mampu melayang dan terus terbang tanpa bantuan flyboard!
Ini adalah bahasa naratif untuk mengatakan bahwa seluruh hidupnya dibenarkan Allah. Narasinya dimulai dengan ‘ramalan’ bahwa Mesias mesti menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga. Ini juga serupa dengan ‘naik ke surga’ tadi: poin pokoknya bukan kapan hari ketiga mesti dihitung. Ini bukan perkara kalkulasi kronologis, melainkan soal keyakinan bahwa begitulah hidup yang diridai Allah: yang mewartakan pertobatan dan pengampunan dosa sampai pada kesudahannya.
Warta ini juga bukan perkara ritual masuk bilik pengakuan dosa di gereja Katolik! Ini perkara orang mesti mengubah direksi alias orientasi hidupnya supaya semakin klop dengan proyek Allah bagi kemanusiaan. Kalau tidak, hidup manusia tak mendapat rida-Nya, bagaimana juga mau dirasionalisasi, dan korban berjatuhan terus bertambah seiring dengan menggilanya kapitalisme.
Belum usai perang Rusia-Ukraina, relatif belum lama berita penembakan warga sipil di Amerika, sudah terjadi lagi penembakan massal di sana. Di sini, agenda reformasi belum juga terpenuhi ketika militer aktif masuk dalam jajaran birokrasi. Alasannya basi: demokrasi!
Pertanyaannya: bagaimana Anda bisa bicara baik-baik dengan kebebasan sewajarnya ketika lawan bicara Anda pegang senjata? Anda menanggung risiko didor, lawan bicara Anda tidak. Di mana kebebasan, di mana demokrasinya dong?
Tuhan, mohon rahmat kemerdekaan supaya hidup kami senantiasa menjadi warta tobat dan pengampunan. Amin.
HARI RAYA KENAIKAN TUHAN C/2
26 Mei 2022
Kis 1,1-11
Ef 1,17-23
Luk 24,46-53
Posting 2019: Sahabat Allah
Posting 2016: Mari Move On dari Mantan
Categories: Daily Reflection