Kalau Anda rasional dan seluruh kebutuhan dengan mudah terpenuhi oleh kekayaan Anda, saya sarankan Anda tidak usah merepotkan diri dengan wacana religius semacam kebangkitan, yang disinggung teks bacaan hari ini. Meskipun wacana ini baru populer sekitar dua milenium (lebih sedikit) lalu, untuk apa memikirkannya? Yang penting kan hidup sekarang dan di sini ini (hic et nunc); suka duka Anda yang dalam hidup ini, kebahagiaan atau kesengsaraan kan juga dalam hidup di sini, bukan perkara kelak setelah kematian bagaimana, yang tak lebih dari sekadar ideologi yang ditawarkan agama dan tak bisa dibuktikan juga. Saya sendiri tidak ribet dengan wacana kebangkitan justru karena saya tidak kaya; jadinya, daripada ribet mikirin kebangkitan dan hidup setelah kematian kelak, mending mikir bagaimana caranya bisa ‘bayar hutang’ 😅.
Nah, jika Anda seperti saya sebagian saja (dalam soal rasionalnya), barangkali Anda seperti kaum Saduki. Ini adalah sekelompok orang yang punya kuasa dalam bisnis agama, yang menguasai seluruh ranah peribadatan, mulai dari urusan liturgi sampai tukar-menukar duit dari para peziarah. Mungkin Anda bertanya-tanya, untuk apa imam dari kaum Saduki ini memimpin ibadat kalau tidak percaya pada kebangkitan? Lha ya untuk apa lagi selain bisnis, kan? Ibadat itu cuma perkara sogok-sogokan aja; ada harga ada rupa; pelayanan imam sesuai dengan tarifnya; pokoknya, ini soal bisnis ritual, tak usah dihubung-hubungkan dengan kebangkitan atau hidup setelah mati kelak.
Tak mengherankan, ketika Bait Suci sebagai pusat peribadatan mereka dihancurkan, kaum Saduki ini lenyap entah ke mana. Kalau pada zaman itu covid-19 sedang galak-galaknya dan pemerintah Romawi menutup tempat ibadat, pasti kaum Saduki ini yang paling terpukul karena tak punya pendapatan lain.
Tak mengherankan juga, petinggi kaum Saduki ini bersoal jawab dengan Yesus, yang rupanya percaya akan kebangkitan orang mati. Cuma, kelompok Saduki ini tampaknya mengira Yesus meyakini kebangkitan seperti diyakini kaum Farisi; dan itu tampak dari olok-oloknya yang begitu menonjolkan rasionalitasnya: kalau seorang perempuan sampai tujuh kali mesti menikah dan belum punya keturunan juga tapi akhirnya mati, njuk nanti saat bangkit, suaminya yang mana dong? Rasional betul, cuma keblinger dengan ideologinya sendiri, sehingga malah tak bisa memecahkan kasus yang disodorkannya.
Kebangkitan yang dipikirkan orang Saduki ini persis seperti kebangkitan yang dipikirkan orang Farisi; cuma anehnya, orang Saduki ini tak memercayai yang dipikirkannya. Lho ya gak aneh, Rom, kan gak masuk akal (sehingga tak mau memercayainya)? Oh iya ya, korban rasionalisme kali ya. Berarti, orang Farisi itu korban fideisme ya, pokoknya percaya gitu aja karena Allah mampu melakukan segala-galanya; jadi meskipun gak rasional, percaya aja!
Yesus menyodorkan jalan keluar untuk dua kutub sikap itu dengan mengoreksi paham kebangkitan mereka. Sepertinya saya malas mengulang-ulang lagi pembahasan pada posting Don’t worry be happy (easter): kebangkitan yang dimaksudkan Yesus ini tak cukup dimengerti dengan pola berpikir berbasis fisik belaka (body mati ntar hidup lagi jadi body yang lebih baik dari sebelumnya), tidak juga dengan ideologi (pokoknya itu urusan ntar sesudah mati). Untuk memahaminya, dibutuhkan imajinasi yang menghubungkan ide dengan hidup konkret hic et nunc. Tidak gampang, teorinya; tapi praktiknya (lebih gak) gampang…
Minggu ini saya masih terkesan dengan perkara memanfaatkan hal-hal receh untuk menangkap Allah yang memberi hidup bukan kepada orang mati, melainkan kepada orang yang memang mau hidup sungguhan. Dialah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati. Orang Saduki bisa jadi contoh orang mati karena, selain pemahamannya yang sesat mengenai kebangkitan, rupanya memperlakukan relasinya dengan Allah seperti relasi dagang dengan bisnis ritualnya. Akan tetapi, mentalitas hidup orang Saduki ini tidak habis dengan hancurnya Bait Allah pada paruh kedua abad pertama; masih banyak penganutnya, termasuk barangkali Anda dan saya.
Tuhan, mohon rahmat cinta-Mu supaya kami tidak memperlakukan relasi dengan-Mu dan sesama dengan mentalitas dagang. Amin.
HARI MINGGU BIASA XXXII C/2
6 November 2022
2Mak 7,1-2.9-14
2Tes 2,16-3,5
Luk 20,27-38
Posting 2019: Pahlawan Never Dies
Posting 2016: Are We Immortal?
Categories: Daily Reflection