Dulu, ketika tinggi badan saya masih belum sampai satu setengah meter, saya pernah membayangkan bahwa setiap dosa saya sudah ditanggung oleh sosok yang namanya Yesus dari Nazareth. Saya tidak ingat lagi siapa yang bertanggung jawab atas bayangan seperti itu: ortu, guru agama, atau pastor. Sepertinya memang sayalah yang mesti bertanggung jawab, karena yang punya bayangan itu kan saya. Bisa jadi saya salah menangkap maksud ortu, guru agama, atau pastor itu.
Tapi, menurut filing saya, yang punya bayangan tentang Yesus sebagai setip dosa itu bukan cuma saya; mungkin malah sebagian besar orang Kristen, apa pun label di belakangnya, berpikiran begitu. “Tenang Saudara-Saudara, Anda sudah diselamatkan. Yesus Kristus telah menebus setiap dosa Anda dengan kasih-Nya, dengan wafatnya di salib!” Sekurang-kurangnya kalimat seperti itu pernah saya dengar di radio mobil. Saya njuk bertanya-tanya kan: itu yang ditebus dosa-dosa saya yang dulu ato termasuk juga dosa-dosa sekarang dan besok ya? Kalau cuma dosa-dosa yang dulu, yang nebus dosa sekarang dan besok siapa ya?
Ya Yesus juga dong!
Asek-asek-asek, kalo gitu markisa: mari kita berdosa, wong setiap dosa kita sudah ditebus dengan kematian Yesus dua ribu tahun lalu kok!
Setelah, sebagai imam, saya membantu ratusan orang Italia mendapatkan pengampunan dosa, saya semakin ngeh bahwa bayangan saya sebelum satu setengah meter itu menyesatkan. Soalnya, di balik bayangan itu, saya menyimpan paradigma atomistis; seakan-akan dosa itu seperti hak milik pribadi yang bisa dijumlahkan dengan dosa orang lain dan total keseluruhan dosa itu ditebus murah di counter Gereja Katolik yang punya Sakramen Rekonsiliasi! Paradigma itu paralel dengan bayangan orang bahwa kalau semua manusia beragama anu, hidup ini bakal baik, seakan-akan orang baik ditambah orang baik jadinya orang-orang baik. Pada kenyataannya, banyak terjadi sekumpulan orang baik malah jadi koruptor, teroris, manipulator, dan seterusnya.
Kalau teks bacaan hari ini menyinggung sosok anak domba Allah yang menebus dosa dunia, dosa dunia di situ pastilah maksudnya bukan dosa upin-ipin ditambah dosa sekian milyar orang. Barangkali hal itu lebih mudah dimengerti dengan berpijak pada bagian rumusan absolusi: Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam Kristus dengan wafat dan kebangkitan-Nya… Itu berarti, wafat dan kebangkitan mendamaikan dunia dengan Allah. Kalau begitu, tak perlu ribet-ribet memikirkan perkara berapa banyak dosa yang membutuhkan penebusan. Dosa dunia adalah perkara pola pikir yang menyingkirkan Allah.
Maka, setip dosa itu adalah pendamaian dengan Allah. Patokannya adalah wafat dan kebangkitan Kristus. Ini bukan soal agama, melainkan soal melihat hidup dengan pola pikir yang melampaui perkara kalkulasi ekonomi, politik, budaya, logika manusia belaka. Ini juga bukan hal muluk, meskipun tak mudah dilakukan: hidup bermakna, yang lebih dari sekadar merawat prosesor di kepala dan memperpanjang usia usus dan organ pencernaan, lebih dari sekadar kewajiban memenuhi kesepakatan moral, termasuk agama. Pada momen Anda menemukan makna hidup dan Tuhan di situ, setip dosa berfungsi.
Tuhan, mohon rahmat untuk mengadopsi jalan cinta-Mu. Amin.
HARI MINGGU PEKAN BIASA II A/1
15 Januari 2023
Yes 49,3.5-6
1Kor 1,1-3
Yoh 1,29-34
Posting 2020: Dosa Ngasal
Posting 2017: Sate Kambing Muda
Categories: Daily Reflection