Jaksel

Saya literally anak Jaksel. Why not? (Because yes!) Saya dibesarkan di sebuah kampung di Jaksel. Sejak kecil, saya tidak merasa asing dengan kekerasan hidup di sekeliling saya. Saya sendiri pernah tertimpuk batu bata pada pelipis kanan sebelum saya berumur satu dekade, which is menyakitkan dan bikin saya nangis; inner child gitu gak sih? Tapi whateverlah orang mau bilang cengeng atau gimana, itu benar-benar bikin sakit. Pernah lihat dua orang bersamurai siap saling sabet. TBL alias takut banget loh! Lingkungan begitu bikin negative vibes.

Semasa SMP, saya juga tak asing dengan tawuran, meskipun sekolah saya tak ikut-ikutan tawuran. Di tempat saya, kalau ada yang mau berantem, ya pihak-pihak yang berkepentingan diantar di arena luar sekolah, lalu teman-teman yang lain hanya menonton sampai yang berantem selesai sendiri dengan pukul-pukulan mereka. Akan tetapi, saya tak pernah lihat kasus teman-teman saya yang berantem itu akan pukul-pukulan sampai salah satu terjatuh dan ditendangi habis-habisan. Cukuplah salah satu mengaku kalah atau dianggap kalah dan tidak sampai pihak yang kalah ini dipukuli sampai pingsan.

Saya terkejut dan miris melihat unggahan video singkat penganiayaan oleh oknum yang terkait dengan dinas perpajakan. Somehow,  itu memang like kesalahan yang membahagiakan gitu sih: felix culpa, which is kurlebnya gara-gara itu sekarang orang sadar soal perpajakan (sejak dulu juga Guru dari Nazareth tak punya problem dengan membayar pajak, yang dipersoalkannya adalah bagaimana dikumpulkan dan ke mana pajak itu dialirkan). Jujurly, melihat perilaku lebay begitu sudah bikin sedih, tambah lagi dokumentasinya diunggah ke medsos itu gimana bisa? Apakah ini juga bagian dari flexing?

Bacaan hari ini mungkin tidak bicara soal flexing ala anak Jaksel, tetapi narasi Yesus digoda di padang gurun setelah tanak berpuasa alias pada momen lapar-laparnya itu menunjukkan bahwa kalau orang mau mengikuti Yesus, itu artinya ia mau membangun relasi tepercaya dengan Allah. Disebut tepercaya jika relasi itu tak lagi membuat orang insecure dengan kemanusiaannya sehingga jadi burnout demi denial terhadap kemanusiaannya itu sendiri. The point is: bisa loh orang suka numpuk-numpuk duit pungut-pungut pajak tapi jadi gate keeping demi keluarga atau dirinya sendiri; bisa saja orang mengklaim dirinya ber-Tuhan tapi terus saja menuntut ‘mukjizat’ Tuhan.

Tuhan, mohon rahmat supaya kami tidak confuse dan punya attitude sebagai anak-anak-Mu. Amin.


MINGGU PRAPASKA I A/1
26 Februari 2023

Kej 2,7-9; 3,1-7
Rm 5,12-19
Mat 4,1-11

Posting 2020: Anugerah Bikin Gerah
Posting 2017: Menghirup Nafas Allah
Posting 2014: Tune in to the Spirit