Langgeng

Refleksi ini melanjutkan posting tiga tahun lalu, Pandemi Agama (yang mengingatkan saya pada maksud kata baptis): bagaimana supaya suatu relasi berlangsung langgeng?
Saya kutipkan cerita pendek yang saya kutip dalam buku “Cara Menguji Ketulusan Cinta” (dari buku Humor Sufi) saja ya.
Konon ada seorang anak yang kaya raya disenangi banyak teman. Ia mendapat warisan dari orang tuanya. Ia bisa berfoya-foya dengan teman-temannya. Semua temannya menyanjungnya. Ia begitu senang. Kesenangan yang menjadi semangat dalam hidupnya.
Makin lama ia kehabisan uang dan akhirnya jatuh melarat. Teman-temannya mulai satu per satu meninggalkannya. Ia tidak punya teman seperti dulu lagi.
Ia datang pada Nasruddin untuk minta diramal.
“Uang saya habis dan teman-teman meninggalkan aku. Tolong ramalkan apa yang akan terjadi padaku!”
“Oh, jangan khawatir,” Nasruddin berpikir sejenak, “Segalanya akan beres.”
“Maksudmu?”
“Tunggulah beberapa minggu, kau akan senang dan bahagia melebihi yang pernah kau alami kemarin-kemarin itu.”
Spontan saja anak itu melonjak gembira. Nasruddin terkejut melihat tingkah anak itu. Anak itu terus melonjak senang, “Jadi, aku akan lebih kaya dari kemarin yach?!” Dia terus melonjak. Nasruddin mencoba menghentikan lonjakan anak itu.
“Bukan… bukan itu maksudku, Nak. Maksudku, tidak lama lagi kau akan terbiasa menjadi miskin dan tidak punya teman.”😅😅😅

Njuk apa hubungannya cerita itu dengan kelanggengan relasi ya? Bukankah cerita itu malah menunjukkan putusnya atau selesainya relasi?
Saya ini emang anaknya gitu, ditanya resep relasi langgeng malah ceritanya tentang orang yang teman-temannya melenggang pergi!
Tapi sik sik sik, bukankah malah jelas di situ apa yang membuat relasi gak langgeng? Iya gak sih? Iya, kan? Anak itu  didatangi karena duitnya banyak, ditinggal pergi karena duitnya gak ada lagi. Jadi, resep relasi langgeng pasti tak terletak pada duit, bahkan meskipun untuk berelasi dibutuhkan duit.
Loh, lha iya, Rom, tapi pertanyaannya kan apa resep relasi langgeng, bukan apa resep relasi gak langgeng!!!!😡

Nah, itu, saya juga gak tau; tapi kalau boleh usul, coba pikirkan satu kata ini: trust. Lalu, silakan perkaya makna kata itu dengan kombinasi tindakan ‘melihat’ yang disodorkan dalam teks bacaan hari ini, yaitu melihat dengan mata hati, mengatasi hal-hal yang bisa diverifikasi dengan indra.
Kombinasi trust dan melihat dengan mata hati itu dampaknya luar biasa, seperti nasihat Nasruddin tadi: orang akan terbiasa dengan relasi langgeng dan membiarkan yang lain-lainnya melenggang. Perubahan relasi pun ditempatkan dalam konteks relasi langgeng itu. Kalimat-kalimat ini, tentu masih perlu dikunyah-kunyah, tetapi silakan Anda mengunyahnya sendiri ya.🤭

Tuhan, mohon rahmat supaya kami semakin mampu meletakkan trust kepada-Mu. Amin.


HARI RAYA KENAIKAN TUHAN
(Kamis Paska VI A/1)
18 Mei 2023

Kis 1,1-11
Ef 1,17-23
Mat 28,16-20

Posting 2020: Pandemi Agama
Posting 2017: Mesti Takut, Gitu?

Posting 2014: Kenaikan Tuhan Menuntut Keterlibatan