Kadang saya iba kepada bunglon. Demi kelangsungan hidup, ia beradaptasi dengan lingkungan, tetapi oleh manusia, kemampuan adaptasinya itu dipadankan dengan kepribadian plin plan, kepribadian yang tidak bisa membangun watak atau karakter kuat. Memang sih, fitur bunglon ini bisa dipakai untuk mengilustrasikan bagaimana kebanyakan dari Anda dan saya hidupnya ditentukan oleh lingkungan. Akan tetapi, fitur itu kan memang demi kelangsungan hidup, bukan semata supaya sewarna atau ikut tren lingkungannya? Kasihan bunglon ini.
Andai saja bunglon itu mampu berdoa, ia pasti mendaraskan serenity prayer secara utuh: bukan sekadar minta kekuatan untuk mengubah apa yang bisa diubah dan menerima apa yang tidak bisa diubah, melainkan juga kebijaksanaan untuk mengetahui mana yang bisa diubah dan mana yang tidak bisa diubah. Bukankah yang terakhir ini adalah hal yang paling sulit?
Dalam teks bacaan utama hari ini, Yohanes Pembaptis memberikan kesaksian langsungnya terhadap sosok yang dirujuk dalam peristiwa Natal. Yohanes ini jujur mengakui bahwa semula ia tidak mengenalnya. Bisa dimengerti sebagaimana ketidakmengertian karakter-karakter kisah Natal lainnya: Elisabet dan Zakharia, Maria dan Yosef, dan bahkan Herodes. Tidak ada dari mereka yang mengira sosok sentral itu lahir di tempat terpencil, bukan dari lingkaran penguasa, dan semacamnya.
Yohanes mesti beradaptasi dan bisa jadi mengubah mindset bukanlah perkara gampang. Dari teks-teks lain dapat diketahui bahwa Yohanes pun bahkan bergumul dengan paham Allahnya sendiri. Ia, yang semula begitu berapi-api mewartakan kabar bahwa waktunya sudah dekat dan Allah sudah siap-siap hendak menghajar umat-Nya yang tidak mau bertobat, mesti menerima kenyataan bahwa sosok sentral yang diintroduksinya itu malah datang ke tempat dia membaptis!
Memang begitu, Jo! Diperlukan kemampuan rohani bunglon, bukan untuk jadi plin plan, melainkan untuk selalu awas terhadap tanda-tanda zaman dan mungkin pada momen tertentu orang bahkan perlu mengubah kenaifannya dengan kenaifan lain yang lebih berbobot.
Loh, naif kok berbobot sih, Rom? Naif itu kan bodoh.
Ya memang, di hadapan Allah, mau berlagak pintar gimana sih? Bahkan orang sekaliber Yohanes Pembaptis pun menyadari kecupetannya, yang memungkinkan dia menerima kenyataan apa adanya dan mengubah keyakinan naifnya sendiri.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan untuk menindaklanjuti perbedaan antara apa yang dapat kami ubah dan yang tidak dapat kami ubah. Amin.
HARI BIASA MASA NATAL
Jumat, 3 Januari 2025
Posting 2020: Baptisan Roh
Posting 2019: Agama Nan Ramah
Posting 2018: Ge Er Dikit Bolehlah
Posting 2017: Oh Guru Agama
Posting 2015: Orang Beriman Itu Telmi
