Tekor

Published by

on

Saya tidak tahu apa reaksi Anda di hadapan mereka yang pětèntang-pětèntèng di atas panggung politik dengan jabatan mereka sementara bendahara berterus terang bahwa anggaran pentas drama mereka tekor 30 trilyun. Dalam bulan-bulan terakhir nominal yang akrab di kepala saya baru bilangan milyar, dan itu pun sudah membuat saya seperti menatap Indonesia gelap. Kalau angka tekornya jadi trilyun, adakah yang lebih gelap dari kegelapan itu sendiri?

Syukurlah, di tengah-tengah kegelapan itu, saya masih punya pegangan yang sejalan dengan proyek kantor saya: membangun suatu warisan hidup. Stephen Covey rupanya tak berpuas diri dengan tujuh kebiasaan manusia efektif dan kemudian menambahinya dengan legacy. Bahasa Indonesia tidak membedakan kata ini dari heritage karena keduanya diterjemahkan dengan kata warisan atau peninggalan. Untuk membedakannya, saya menerjemahkan legacy sebagai warisan hidup, dan warisan seperti ini tidak merujuk pada apa yang ditinggalkan pendahulu kepada penerusnya, tetapi pada apa yang ditinggalkan pendahulu dalam diri penerusnya.

Teks bacaan utama hari ini dapat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama menunjukkan suatu visi bahwa segala kemarahan dan permusuhan tidak masuk dalam kamus Kerajaan Allah. Implikasinya, konten-konten baik daring maupun luring yang menjelek-jelekkan orang lain dan mengagung-agungkan diri sendiri tidak klop dengan visi Kerajaan Allah ini. Kelompok kedua menunjukkan bahwa orang beragama memeluk kemarahan dan menderita karena rusaknya relasi dan ditunjukkan juga bagaimana orang beriman bersikap jika situasi itu terjadi. Kesenjangan antara visi dan praktik ini tidak perlu dicap sebagai kemunafikan, tetapi mungkin lebih baik dimengerti dengan sudut pandang warisan hidup tadi: antara janji dan harapan.

Tentu, janji pertumbuhan ekonomi 8% jadi terlihat sangat muluk dan ilusif, dan lebih baik harapan diarahkan kepada legacy yang membuat orang-orangnya lebih realistis. Asumsinya, si pemberi legacy sendiri realistis dan tidak berpencak silat lidah melibatkan aneka lembaga untuk melengkapi mekanisme defensifnya. Semakin defensif, semakin orang tekor kepercayaan diri. Semakin tekor kepercayaan diri, semakin sulit percaya kepada orang lain. Outputnya lalu bisa jadi otoriter, yang tidak klop dengan sifat Allah yang maha pengasih dan penyayang.

Tuhan, mohon rahmat keberanian untuk menghidupi visi cinta-Mu. Amin.


HARI JUMAT PRAPASKA I
14 Maret 2025

Yeh 18,21-28
Mat 5,20-26

Posting 2021: Hidup Agama
Posting 2020: Rasakno, Pis

Posting 2019: Penakluk Gunung?

Posting 2018: Buah Kejujuran

Posting 2017: Sidang Istimewa

Posting 2016: Tobat, Kembali ke Cinta

Posting
2015: Kebenaran Agama vs Iman

Posting 2014: Ruang Tobat dan Pengampunan

Previous Post
Next Post