Kalau hidup keagamaan Anda tidak lebih benar dari kehidupan keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya Anda tak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. Kerajaan Surga ini bukan kerajaan setelah Anda masuk liang kubur atau jadi abu tabur di laut; karena, kalau begitu, semua orang ya bakal masuk dong. Kerajaan Surga itu justru kerajaan sebelum Anda masuk liang kubur atau mungkin jadi abu tabur.
Saya cuma tak paham dengan terjemahan “hidup keagamaan”. Siapa yang menilai hidup keagamaan seseorang lebih benar dari hidup keagamaan orang lainnya? Lebih susah lagi, siapa yang bisa menobatkan agama anu lebih benar dari ribuan agama lain yang hidup di muka bumi ini? Ya mboh, pokoknya “hidup keagamaan” itu sangat ambigu. Mungkin terjemahan bebas yang lebih akurat dari nasihat paragraf pertama tadi berbunyi begini: kalau Anda tak lebih adil dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sulitlah Anda mengalami Kerajaan Surga di dunia ini.
Sekali lagi, saya tidak menguasai bahasa Yunani, tetapi δικαιοσύνη (dikaiosuné) memang bukan kata benda abstrak pengganti hidup keagamaan. Ini lebih dekat dengan kata yang dipakai untuk menerjemahkan ‘sedekah’ dari bahasa Ibrani: righteousness atau justice.
Mengapa Guru dari Nazareth ini memakai tolok ukurnya praktik keadilan ahli Taurat dan orang Farisi? Saya tak tahu kenapa, tetapi bisa saya mengerti bagaimana kedua kelompok itu mempraktikkan keadilan mereka. Yang satu menjalankan kewajiban semata seturut apa yang tersurat pada Kitab Suci (tanpa berikhtiar menggali yang tersirat). Yang lainnya memakai prinsip keadilan untuk kepentingan diri sendiri.
Seorang salesman bisa saja mempromosikan produk dan penjualannya meningkat pesat. Ia adil terhadap perusahaannya, tetapi bisa jadi tak adil terhadap konsumen dengan menyembunyikan sisi negatif produk yang tak cocok dengan kebutuhan atau bahkan merugikan konsumen. Lha iya, kalau bisa sembunyi, ngapain terbuka, bukan?🤭 Salesman seperti ini dijamin tak masuk dalam Kerajaan Surga. Tentu saja, perusahaannya senang, dia juga senang, tetapi keadilannya tak lebih dari yang dihidupi ahli Taurat dan orang Farisi tadi.
Keadilan yang ditunjukkan Guru dari Nazareth adalah keadilan yang bersumber dari relasi autentik dengan Yang Ilahi. Relasi seperti ini melucuti kekakuan dan kemunafikan orang semacam ahli Taurat dan orang Farisi itu, dan mengantar orang pada pintu gerbang surga dunia ini.
Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya pilihan-pilihan kami senantiasa bersumber dari cinta-Mu semata. Amin.
HARI JUMAT PRAPASKA I
26 Februari 2021
Posting 2020: Rasakno, Pis
Posting 2019: Penakluk Gunung?
Posting 2018: Buah Kejujuran
Posting 2017: Sidang Istimewa
Posting 2016: Tobat, Kembali ke Cinta
Posting 2015: Kebenaran Agama vs Iman
Posting 2014: Ruang Tobat dan Pengampunan
Categories: Daily Reflection