Lanjut

Published by

on

Secara sadar saya mengalami rasa cemburu pertama kali ketika saya bersama Om saya berada dalam satu travel dan selain kami dan sopir travel itu, penumpangnya ada perempuan dan mayoritas mereka neng gareulis dari Bandung. Tentu, cemburu yang saya alami tidak berasal dari keinginan posesif saya. Babar blas saya tak punya keinginan untuk memiliki neng gareulis itu, lha wong tinggi badan saya juga belum sampai satu meter. Saya tidak punya masalah dengan kenyataan bahwa saya tidak memiliki gadis-gadis cantik itu. Masalah saya ialah mereka sedemikian dekat dengan Om saya!

Pengalaman itu memudahkan saya paham teks bacaan utama hari ini yang rupanya menyodorkan kemarahan orang kampung Yesus karena ia bilang terus terang bahwa tidak ada nabi yang dihargai di rumahnya sendiri. Yesus hanya menyodorkan kenyataan untuk menyokong pernyataannya itu: Nabi Elia dan Elisa malah diutus untuk janda di Sarfat (wilayah orang-orang yang tak mengenal Allah) dan menyembuhkan Naaman, orang Siria. Kenapa disodori kenyataan kok malah sewot ya? Barangkali karena orang-orang Nazareth itu seperti saya di waktu kecil: bolehlah Allah tidak memberkati kami, tapi jangan juga memberkati orang-orang kafir dong!

Menariknya, di hadapan warga kampung yang marah itu, Yesus berjalan di tengah-tengah mereka, lalu pergi. Entah bagaimana Anda membayangkannya, kata kerja penting yang dipakai penulis teks hari ini memuat nuansa continuous tense yang dalam bahasa Inggris bisa dituliskan He was going on. Konon, kata kerja ini kerap dipakai untuk merujuk pada perjalanan Yesus menuju Yerusalem, menuju pusat kekuasaan politik, ekonomi, yang berkelindan juga dengan kekuasaan agama yang cenderung membela status quo dan nggampangké dan tak ambil pusing dengan kondisi sulit warga.

Seandainya ini tahun 1998, saya akan berhadapan lagi dengan pentungan atau todongan pistol aparat, yang memang hanya bisa berdalih ‘sekadar menjalankan tugas’ bagi pejuang status quo. Bayangkanlah, orang macam begini mengelu-elukan MBG, misalnya, yang katanya mengangkat roda perekonomian, tapi seakan lupa pada kenyataan bahwa ada pihak-pihak yang gajinya tertahan selama tiga bulan atau harus menalangi dulu proyek strategis nasional; strategis piyé jal? Strategis buat siapa? Jika Anda pengamat atau ahli ekonomi, Anda lebih tahu dari saya bagaimana ekonomi makro dalam kondisi tidak baik dan pejuang status quo itu masih saja membuat narasi manis yang tersokong oleh bansos kepada orang-orang miskin, yang tentu saja tidak tahu apa arti ruang fiskal menyempit!

Gerakan Yesus yang lolos dari terjangan warga kampungnya barangkali menjadi model bagi orang muda zaman now untuk menghidupi perjuangan yang berkelanjutan karena tidak didasarkan pada kepentingan selain gerakan moral berkelanjutan untuk menyuarakan kritik terhadap panggung politik yang hendak merampas kedaulatan rakyat. Di sini, sungguh aneh kalau orang beragama lebih menyokong status quo daripada menyuarakan jeritan para korban yang oleh para pejuang status quo diabaikan, dan apalagi dibungkam dengan kekuatan militar.

Tuhan, mohon rahmat kesadaran bahwa tiada seorang pun dari nabi-Mu yang berdiam diri terhadap status quo yang menginjak-injak keadilan-Mu. Amin.


HARI SENIN PRAPASKA III
24 Maret 2025

2Raj 5,1-15a
Luk 4,24-30

Posting 2021: Orang Asing
Posting 2020: Sarana Receh
Posting 2018: I’m Faded

Posting 2016: Gak Butuh Nabi

Posting 2015: Logika Kuasa Gak Jalan

Posting 2014: Change The Way of Thinking

Previous Post
Next Post