Bahayanya Iman

Tak perlu mahir sebagai penafsir Kitab Suci untuk mengetahui maksud metafora dari teks hari ini: Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala. Bahkan meskipun Anda tak akrab dengan domba maupun serigala, Anda tahu bahwa serigala identik dengan ancaman bahaya sementara domba itu begitu lembut dan rentan terhadap predator. Metafor itu menegaskan bahwa panggilan orang beriman itu memang nyerempet-nyerempet bahaya dan bisa jadi baru kalau ada potensi bahayanya orang bisa melihat diri sebagai orang beriman. Dengan kata lain, kalau orang cuma main aman dalam hidupnya, barangkali ia tidak bermain dalam iman yang sesungguhnya.

Negara tetangga belakangan ini punya kehebohan karena presidennya dianggap ‘menista Tuhan’ dengan membodoh-bodohkan Tuhan dan terlontar juga sesumbar dari mulutnya untuk mundur kalau ada yang bisa wefie dengan Tuhan: You do that today, one single witness, that there is a guy, a human being was able to talk and to see God. Of the so many billions, I just need one. And if there is one, ladies and gentlemen, I will announce my resignation immediately. Saya tak berminat berkomentar panjang mengenai sesumbar itu karena pada waktunya toh dia akan mati juga. Sebetulnya malah saya setuju juga dengan penjelasannya bahwa orang tak perlu membawa nama Tuhan secara tidak hormat untuk mengkritik kepemimpinannya. Kalau itu ranah hidup bersama, ya bicarakan saja dengan bahasa dan kaidah-kaidah hidup bersama, bukan malah saling mengklaim Tuhan A mengatakan ini sedangkan Tuhan B bilang begitu.

Bagus juga bahwa ada ketegangan antara komunitas beriman dan negara di situ: bukan bahwa karena komunitas beriman mau mengambil kuasa politik, melainkan bahwa meskipun hukum negara berbeda dari hukum agama, komunitas beriman itu melihat tetap ada koneksi antara yang profan dan sakral. Itu susahnya dan kalau mau sungguh masuk ke situ dan berhadapan dengan penguasa absolut, pertentangan tak terhindarkan, bahkan persekusi bisa terjadi. Iman sejati memang membahayakan.

Kelanjutan metafora tadi jadi pekerjaan rumah setiap orang: Sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Konkretnya gimana ya? Bergantung kondisinya tentu saja. Saya kira yang dibuat komunitas beriman di negara tetangga itu boleh juga jadi contoh: mereka menyepakati doa dan puasa intensif untuk beberapa waktu. Itu sederhana dan mewujudkan kehati-hatian terhadap kekuasaan yang seperti serigala. Jangan-jangan, di tahun politik ini, boleh juga dilanjutkan masa puasa dan doa yang tulus supaya serigala-serigalanya menunjukkan kecerobohannya sendiri #lohkokmalahgitu…

Tuhan, ajarilah kami kewaspadaan dan kesederhanaan hidup supaya iman kami menjadi nyata juga dalam potensi bahaya yang mengintai. Amin.


JUMAT BIASA XIV B/2
13 Juli 2018

Hos 14,2-10
Mat 10,16-23

Jumat Biasa XIV A/1 2017: (Sate) Kambing Tua
Jumat Biasa XIV C/2 2016: Silakan Mringis
Jumat Biasa XIV B/1 2015: Berani Nekat?

Jumat Biasa XIV A/2 2014: Apakah TV Bisa Bertobat?