Jual Beli Tubuh

Sudah sejak lama saya meragukan bahwa ada banyak iman. Ini sudah saya ketik dalam posting Satu Iman Banyak Agama? Sekarang saya semakin yakin bahwa iman, seperti Tuhan, bersifat esa, dan kemarin sudah saya singgung bahwa keesaan bukanlah soal kuantitas. Maka, bahkan keragaman agama sama sekali bukan soal keragaman iman, melainkan keragaman cara beriman. Iman yang esa itu mestilah hidup dalam aneka agama.

Entah mengapa pokok ini muncul ketika membaca teks untuk pesta pemberkatan Gereja Katedral di Roma sana. Teksnya sendiri menceritakan bagaimana Guru dari Nazareth menyucikan Bait Allah yang disusupi kepentingan pasar (Nota bene: apa ada agama yang terlepas dari pasar, bisnis, turisme?). Jangan-jangan, Guru dari Nazareth ini adalah sosok konservatif yang hendak mengembalikan fungsi Bait Allah yang sesungguhnya. Jangan-jangan dia itu tak ubahnya kelompok fundamentalis atau puritan yang hendak mengembalikan kemurnian agama. Jangan-jangan dia itu orang fanatik yang mau meluruskan praktik agama Yahudi. Dengan kata lain, dia tak berbeda dari orang romantis yang mau mengembalikan praktik zaman baheula, yang keukeuh dengan rubrik atau forma tanpa peduli makna.

Tapi setelah saya pikir-pikir, itu gak mungkinlah karena saya percaya Guru dari Nazareth ini sosok pengasih. Orang pengasih itu sangat toleran dalam praktik. Kalau sampai tidak toleran, berarti ia sedang berhadapan dengan prinsip. Prinsip mana yang hendak dibelanya? Bait Allah bukan medium jual beli.
Apakah Bait Allah itu sepadan dengan Basilika Lateran? Tidak, karena Yohanes mencatat bahwa yang dimaksud dengan Bait Allah itu adalah tubuh Kristus sendiri. Apakah Tubuh Kristus itu sepadan dengan tubuh Yesus dari Nazareth? Tidak. Tubuh Kristus mengatasi badan fisik Yesus dari Nazareth.
Apakah Tubuh Kristus itu berarti Gereja? Betul, dengan Kristus sebagai kepalanya, tetapi apakah Gereja itu identik dengan agama Kristen (Katolik), saya meragukannya.

Lah, Romo ini imam Gereja Katolik kok malah ngajari umatnya meragukan agama Katolik?
Loh, saya tidak meragukan agama Katolik. Saya cuma meragukan bahwa Gereja yang dikepalai Kristus itu identik dengan agama Katolik. Agama (Katolik) itu cuma kategori yang dibuat para sejarawan, sosiolog, atau siapalah. Belum tentu orang yang masuk dalam kategori Katolik itu sungguh-sungguh jadi anggota yang dikepalai Kristus itu.

Masih bingung? Silakan baca reportase penelitian nyentrik berjudul New Zealand, Luxemburg dan Irlandia Jadi Tiga Negara Paling Islami. Di situ tidak ditunjukkan adanya korelasi positif antara kuantitas pemeluk agama Islam dan masyarakat islami. Saya tidak ingin membuat penelitian serupa, tetapi saya percaya bahwa nilai yang dibela Guru dari Nazareth tadi, pastilah melampaui sekat kategori agama. Bahwa kemudian orang memasukkan dirinya atau orang lain ke dalam kategori agama itu, ya sumonggo, sejauh tak melanggar prinsip kemanusiaan. Akan tetapi, akhirnya toh menjadi jelas bahwa memeluk agama tidak identik dengan menghayati prinsip dan nilai yang diperjuangkan tokoh agamanya. Tuncep poin: apakah orang Kristen (Katolik) menghayati diri sebagai Bait Allah? Jangan-jangan, dirinya, tubuhnya malah jadi medium jual beli tadi, yang hendak diobrak-abrik Guru dari Nazareth.

Tuhan, mohon rahmat kejujuran supaya hidup sungguh meluhurkan kemanusiaan dan memuliakan-Mu. Amin.


PESTA PEMBERKATAN BASILIKA LATERAN
(Kamis Biasa XXXI A/1)
9 November 2017

Yeh 47,1-2.8-9.12
1Kor 3,9b-11.16-17
Yoh 2,13-22

Posting 2017: Beriman Juga Mikir
Posting 2016: Penista Tuhan

Posting 2015: Gereja Tak Butuh IMB

Posting 2014: Sedang Bikin House atau Home?