Kemarin di gawai saya hinggap video motivator kinyis-kinyis yang saya tak tahu namanya, tapi ada reza-rezanya gitu deh. Intinya, orang tak perlu khawatir dengan khilafah karena itu cuma sekadar kesatuan komando, komando bagi umat Islam. Jadi, kalau berpikir itu jangan kerdil. Khilafah itu ya seperti Vatikan bagi umat Katolik atau RRC untuk komunis. Entah apa yang merasuki saya, kok ya saya menyimaknya laksana anak SD yang butuh motivasi untuk makan bubur bebek. Saya baru berhenti setelah saya ngeh bahwa dia menyebut cebong, astagaaaa… Ini mestinya video di masa kampanye lalu ya.
Akan tetapi, baik juga sih dilihat kembali nasihat motivator ini, soalnya yang disampaikannya itu betul juga. Anda itu kalau berpikir ya jangan kerdil. Betul, kan?
Lagipula, bacaan hari ini juga mengingatkan pembaca pada hal yang sama. Dikatakan bahwa sejak kemunculan Yohanes Pembaptis sampai saat teks itu ditulis, Kerajaan Surga diserongkan dan yang menyerongkannya itu berusaha menguasainya. Artinya, ada penyesatan. Dalam konteks wacana motivator tadi, khilafah itu sudah disalahpahami sedemikian rupa sehingga banyak yang menganggapnya bertentangan dengan NKRI. Menurut motivator muda ini, yang bertentangan dengan NKRI itu mereka yang separatis, yang mau memisahkan diri dari NKRI. Betul, kan? Itu saya setuju meskipun saya tetap mengingat pesannya supaya kita tidak berpikir kerdil. Alias, yang bertentangan dengan NKRI bukan cuma yang separatis.
Saya sendiri mencoba melihat ke dalam diri saya, apakah saya punya ketakutan terhadap sistem khilafah. Saya usahakan masuk ke aneka macam syaraf rasa, kok ya babar blas tidak saya temukan ketakutan saya terhadap sistem khilafah. Heran saya, harusnya saya takut loh.😂😂😂
Yang saya khawatirkan bukan sistem khilafahnya, melainkan orang-orang yang punya kuasa, yang menjalankan sistem khilafah itu. Saya takut mereka khilaf. Maklumlah, power tends to corrupt. Ini paralel dengan poligami yang dicontohkan Nabi Muhammad. Saya tidak anti poligami per se, cuma saya memang tidak percaya bahwa ada orang yang menjalankan poligami persis seperti yang dijalankan Nabi. Itu doang sih problem saya.
Hal lain yang mungkin baik disimak dari motivator muda itu ialah upayanya melawan pemikiran kerdil dengan membandingkan khilafah dan Vatikan sebagai kesatuan komando transnasional. Wow… cool. Hal yang tidak diperhatikan motivator muda itu ialah bahwa kekuasaan paus cuma mengikat hati nurani orang-orang Katolik. Sama sekali tak ada struktur punishment atau reward kalau orang taat atau mbalelo terhadap anjurannya. Maka dari itu, paus tak punya urusan dengan sistem pemerintahan suatu negara. Kesatuan komando berasal dari Allah sendiri, paus cuma memberi rambu-rambu.
Dalam hal ini, saya kok tetap lebih ngeh dengan upaya umat Islam di Indonesia untuk merumuskan Islam sebagai rahmat bagi semua orang dengan konsep ukhuwwah Islamiyyah. Hanya saja, seperti diingatkan teks bacaan hari ini, penyesatan itu bisa terjadi. Konsep ini dipahami kebanyakan sebagai persaudaraan antarumat Islam. Tentu tidak keliru, tetapi itu cuma satu aspek. Ukhuwwah Islamiyyah mencakup persaudaraan yang lebih luas sehingga nilai-nilai Islam bisa merasuki seluruh kehidupan. Ini tak berbeda dari cita-cita konsep Kerajaan Allah.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami sungguh berserah pada-Mu. Amin.
KAMIS ADVEN II
12 Desember 2019
Posting 2018: Butuh Piala Citra?
Posting 2017: Anda Sehat?
Posting 2015: Kejahatan Yang Mulia?
Posting 2014: Keras ke Dalam, Lembut ke Luar
Categories: Daily Reflection