Salahkan Saja Masa Lalu

Ada nasihat dari seorang mantan presiden supaya orang menyalahkan masa lalu saja kalau tidak mau bertanggung jawab. Terlepas dari apakah nasihat itu muncul karena motif baper atau alasan super, memang kalau orang tak mau bertanggung jawab pilihannya ya menyalahkan masa lalu. Lha piye jal mosok menyalahkan masa depan? Akan tetapi, nasihat mantan itu bukan cuma soal waktu yang berlalu, melainkan juga soal orang-orang yang bersangkutan dengan masa lalu. Jelas juga dongmosok menyalahkan waktu doang? Apa ya tidak lucu kalau paper atau pekerjaan Anda tidak selesai lantas Anda menyalahkan waktu yang cuma 24 jam per hari? Hanjuk Anda butuh main atau tidur 26 jam gitu po?

Meskipun demikian, nasihat mantan tadi tak bisa dibalik: mereka yang menyalahkan masa lalu adalah orang-orang yang tak bertanggung jawab. Sebagian memang begitu, tetapi tidak semua yang menyalahkan masa lalu adalah orang yang tak bertanggung jawab. Sebaliknya, salah satu kemampuan orang yang bertanggung jawab ialah justru melihat kesalahan masa lalu supaya sekarang bisa mengambil keputusan demi masa depan. Ini terjadi berulang kali dan menghasilkan aneka macam transformasi dalam masyarakat di belahan dunia mana pun. Yang disalahkan bukan cuma orang ini atau itu, melainkan juga institusi. Tentu saja, tidak ada institusi tanpa orang, dan itu mengapa ada lembaga keagamaan yang bangkrut karena orang-orangnya terlibat dalam perkara hukum. Itu mengapa terjadi Revolusi Perancis, perlawanan terhadap kolonialisme, pertarungan melawan kapitalisme, tetapi juga upaya untuk memberantas KKN.

Oleh karena itu, kalau Anda jadi mantan, mantan apa pun, tak perlulah galau melihat orang lain atau bahkan Anda sendiri meninjau ke belakang dan menyalahkan masa lalu. Ini bukan soal bahwa orang tak bertanggung jawab, melainkan soal melihat titik krusial di masa lalu yang jadi pemicu malapetaka yang terjadi pada masa sekarang. Itu mengapa Gereja atau agama juga perlu mengakui kesalahan di masa lampau atau bahkan masa sekarang, supaya bisa move on dan meniti hari depan nan cerah. Ada kalanya orang atau lembaga tidak secara langsung melakukan kesalahan, tetapi abai terhadap potensi kesalahan. Kelalaian memang bukan kejahatan mengerikan, tetapi bisa berujung pada kesalahan mengerikan.

Dengan demikian, menyalahkan masa lalu tak perlu hanya dilihat dengan framing bahwa orang tak bertanggung jawab. Menyalahkan masa lalu bisa berarti meneliti kelalaian sendiri. Orang yang bertanggung jawab tentu tidak hanya menyalahkan masa lalu, tetapi juga mengantisipasi ke depan, bukannya malah menyumbat potensi transformasi hidup.

Gereja Katolik hari ini merayakan bayi-bayi suci yang jadi korban penguasa yang tak bertanggung jawab, yang menyalahkan masa lalu plus memberangus potensi masa depan. Yang diceritakan dalam teks bacaan hari ini memang peristiwa dua ribu tahun lalu, tetapi plotnya terjadi berulang-ulang. Sampai hari ini pun masih terdengar kabar orang yang menghabisi nyawa bayi karena hal yang sangat receh. Orang tak mau mengakui kelalaian, masa kini jadi gelap, masa depan pun ditebas. Bayi-bayi nan suci menjadi tolok ukur bagaimana orang beriman menatap masa depan, bukan sebagai ancaman kegembiraan abadi, melainkan ancangan kebahagiaan sejati.

Tuhan, mohon rahmat untuk mawas diri dan move on. Amin.


PESTA KANAK-KANAK SUCI
(Hari Keempat Oktaf Natal)
28 Desember 2019, Sabtu

1Yoh 1,5-2,2
Mat 2,13-18

Posting 2018: Touch-scream
Posting 2017: Kayak Sinetron

Posting 2016: Beternak Herodes
 
Posting 2015: The Source Awakens