Fariseisme

Saya tidak tahu apakah ada istilah medis untuk fariseisme. Ini merujuk pada kualitas hidup keagamaan kelompok Farisi pada masa hidup Guru dari Nazareth. Pada kenyataannya, di sepanjang segala abad, mesti saja penghayatan seperti itu ada karena setiap orang, Anda dan saya, punya potensi fariseisme ini tanpa harus jadi tokoh agama.

Kecaman dalam teks bacaan hari ini memang ditujukan untuk para tokoh agama yang munafik, yang diwakili oleh kaum Farisi dan ahli Kitab Suci. Akan tetapi, yang mereka wakili sebetulnya adalah Anda dan saya juga.
Sewaktu SMA dulu, masing-masing murid punya satu meja belajar di ruang kelas. Semua kebutuhan belajar bisa diletakkan di meja itu. Pada umumnya seluruh buku ditata rapi di atas meja, pada bagian depan, sedemikian rupa sehingga kalau murid yang duduk di belakang meletakkan kepalanya di atas meja, guru tak bisa tahu apakah mata di kepala yang ditaruh di atas meja itu merem atau melek.

Yang membanggakan ialah bahwa pada saat ujian pun meja belajar kami tetap dalam keadaan seperti biasa; pun kalau sewaktu ujian itu gurunya ke luar kelas, tak seorang pun mencontek. Padahal, kalau cuma sekadar mengambil buku rujukan di atas meja ya gampang sekali. Tak pernah saya mengalami ada guru yang sepanjang ujian berkeliling atau memelototi kami satu per satu. Lagian, ngapain juga melihat kami satu per satu, mending baca koran atau mengerjakan yang lain, kan?

Ada satu meja belajar yang sangat bersih, dan selalu begitu. Di atas meja hanya ada tumpukan buku. Begitu juga ruang terbuka di bagian kanan, di atas laci, hanya ada alat tulis yang tersusun rapi. Benar-benar pemakai meja itu orangnya rapi dan bersih. Saya baru tahu aslinya ketika pada suatu hari lacinya terbuka lebar dan di dalamnya terlihat aneka amplop surat yang berserakan, kaos kaki, sarung tangan, sendok garpu, bungkusan kudapan, kaset, dan aneka macam barang lainnya yang keadaannya sangat kontras dengan apa yang ada di atas mejanya.

Kontras seperti itu kiranya tak jadi masalah besar karena perkaranya hanyalah penampilan. Di luarnya bersih rapi teratur, di dalamnya amburadul. Ini juga bukan hal yang dikecam Guru dari Nazareth, karena tak terdapat penyimpangan antara yang dikoar-koarkan dan yang dipraktikkan. Baru kalau pemakai meja itu bersumpah bahwa dia senantiasa rapi dan bersih, keadaan laci mejanya itu bisa jadi skandal. Luarnya doang yang rapi dan bersih.
Yang dikritik Guru dari Nazareth ialah diskrepansi antara tutur kata dan sikap-perbuatan orang yang hanya membela kepentingan dirinya. Ketaatan, kepatuhan pada aturan keagamaan semata mengabdi pada apa kata orang. 

Pemenuhan aturan agama tanpa pengalaman cinta Allah, akhirnya hanya jadi perkara cinta diri dan aturan agama kehilangan substansi. Tanpa pengalaman cinta Allah tadi, hukum agama jadi garing, tanpa (pembedaan) roh, dan menjadikan Allah sebagai ilah, sebagai idol. Tak perlulah risau bagaimana Allah menjadi berhala. Anda baru perlu risau jika tak dapat melihat pengalaman cinta Allah dalam hidup Anda, karena itu adalah indikasi bahwa Anda mengidap fariseisme.

Tuhan, ajarilah kami untuk mengalami cinta-Mu. Amin.


SELASA BIASA XXI A/2
25 Agustus 2020

2Tes 2,1-3.13-17
Mat 23,23-26

Selasa Biasa XXI B/2 2018: Diraih Bintang
Selasa Biasa XXI C/2 2016: Tampilanisme
Selasa Biasa XXI A/2 2014: Mobil Keren, Mental Kere

1 reply

  1. Topiknya ttg varises ya, rm #tetangga kepo nimbrung dr balik tembok#🤣
    Sy pernah membc kl arti mesias adh yg tercerahkan, shg sbnrnya mengandung kontradiksi dg tukang kayu, krn mesias sendiri identik dg pohon, pohon metaphore pengetahuan. Mesias membagi2kn buah “pengetahuan” (ada yg menafsirkan sbg tukang bajak~ haresh) (lgpl dlm kitab suci yg byk perumpamaan ttg ladang, kebon dll)
    Nah kl Farisi malah disebut tukang kayu, lucu ya, krn mengambil ajaran “pohon” (ajaran murni) dn membentuknya kembali u kepentingannya dn juga demi mengakomodasi kepentingan komunitasnya. Makanya jd varises. Ini sekadar diagnose medis.

    Like