Tulus Tulus Naif

Tokoh utama film seri yang kami tonton minggu ini berkarakter tulus, tetapi naif, sehingga jadi bulan-bulanan mereka yang bermental korup dan menghalalkan segala cara. Memang sih, rasanya trust kepada orang lain ternodai jika kita masih menguji integritas orang lain. Akan tetapi, itu hanyalah kompleks rasa perasaan. Prinsip kepercayaan tidak berbanding terbalik dengan transparansi, seakan-akan semakin percaya semakin tak perlu transparansi dan semakin transparan semakin tak ada kepercayaan. Ini naif.

Andaikanlah Anda diberi amplop berisi sejumlah uang oleh orang yang sungguh-sungguh Anda hormati. Lantas, ketika Anda diminta untuk membukanya dan menghitung uang di hadapannya, adakah rasa rikuh dalam diri Anda? Kalau ada rasa rikuh, itu pertanda kenaifan Anda. Kalau tidak ada rasa rikuh, mungkin Anda tak punya sopan santun.🤣🤣🤣 Kok maju kena mundur kena cantik, Rom?

Tokoh utama dalam film yang kami tonton ini seorang pahlawan yang begitu naif memercayai perkataan pejabat pemerintahan sehingga ia tak bekerja atas prinsip transparansi. Ia mengawal peti dengan mempertaruhkan nyawa tanpa memastikan isi petinya. Ternyata, isinya opium. Ia juga mengantarkan gulungan kertas yang dikiranya memang lukisan berharga seturut perkataan pejabat pemerintah. Semua itu menimbulkan komplikasi persoalan yang dihadapinya. Sebabnya sederhana sekali: ia mengabaikan prinsip transparansi, dan melengganglah akal bulus pejabat pemerintah.

Kaidah transparansi bukan pertama-tama perkara pembuktian motivasi orang lain, melainkan perkara jaminan bahwa yang disebut A memang A. Kalau terjadi perbedaan antara yang dikatakan dan kenyataannya, prinsip transparansi hanya menunjukkan kenyataannya, bukan bahwa yang mengatakan A itu punya motivasi tersembunyi sehingga tak bisa dipercaya. Jauuuuuh.

Kembali ke amplop tadi, dengan prinsip transparansi, orang tidak hendak membuktikan bahwa orang lain penuh kepalsuan, tetapi terbuka pada kemungkinan human error. Bisa jadi uangnya lengket, bisa jadi sewaktu menghitung uang pikirannya kosong, bisa jadi keliru mengambil amplop, dan sebagainya. Apa lacur, orang yang tak percaya diri biasanya alergi terhadap transparansi. Orang yang penuh kepalsuan menghindari transparansi. Karena orang cenderung membolak-balik logika, muncullah anggapan bahwa jika orang menghindari transparansi, ia tak dapat dipercaya; atau menerapkan prinsip transparansi berarti tak punya kepercayaan kepada pihak-pihak terkait. Tampaknya logika selayang pandang memang diperlukan.

Yang menarik dari film Heroes sejauh ini ialah bahwa tokoh utama yang naif ini selalu saja mendapat perlindungan atau bantuan dari sosok malaikat pelindung. Bantuannya ini tidak muncul sebagai tindakan deus ex machina (itu loh, dewa penyelamat yang tahu-tahu ujug-ujug muncul ketika protagonis menemui jalan buntu), tetapi dari orang-orang di sekelilingnya, dengan berbagai kepentingannya sendiri. Mungkin begitulah rezeki anak saleh, bahkan kalau dia naif.🤭

Teks bacaan hari ini mengisahkan panggilan Natanael yang disebut Guru dari Nazareth sebagai orang Israel sejati, yang tak punya kepalsuan hidup. Maklum, seperti jagoan dalam Heroes, Natanael ini bersungguh-sungguh dalam ikhtiar untuk mengerti dan menghidupi Sabda Allah. Dalam ketulusan orang seperti ini, sejauh tidak naif, kekuatan malaikat yang menjadi pembawa pesan ilahi bisa terwujud dalam kesaksiannya menjadi pembawa kabar gembira. Sekurang-kurangnya, itulah yang dijanjikan Guru dari Nazareth kepada Natanael. Kalau orang sungguh tulus hendak menghayati Sabda Allah, hidupnya jadi kabar gembira bagi yang lain, alih-alih meratapi tragedinya.

Tuhan, mohon rahmat supaya kami bertekun dalam upaya untuk meneruskan kabar gembira-Mu. Amin.


PESTA S. MIKAEL, GABRIEL, dan RAFAEL (Malaikat Agung)
(Selasa Biasa XXVI A/2)
29 September 2020

Dan 7,9-20.13-14
Yoh 1,47-51

Posting 2018: Senggol Mang
Posting 2017: Go and Blind

Posting 2016: After Sale Service

Posting 2015: Malaikat Kurang Kerjaan

Posting 2014: Zaman Modern Gini Masih Percaya Malaikat?

3 replies

  1. sdkt merenung ktk membaca tulisan ini. terkdg sy merasa masuk kategori naif. mudah2an naif tidak identik dengan bodoh. kurang pengetahuan? bisa jadi. tapi pengetahuan memang gak habis2 dipelajari dan fluktuatif sekaligus relatif/serba luas. hrs diakui, naif kdg membuat lebih rentan, terutama dihadapkan dengan sikap manipulatif. dn tdk bisa dipungkiri zaman sekarang banyak banget sikap manipulatif di mana2, sampai eneg, nyaris membuat sinis. bahkan dalam kedok kebaikan sekalipun. Tp Bunda Maria pun cukup naif ketika menerima kabar malaikat. dan dg imannya dia merenungkannya dalam hatinya, dan menjalaninya. barangkali memang harus lebih mengasah kepekaan batin, dan kembali pada keheningan hati, menemukan Tuhan di sana (dengan iman atau sisa iman sekalipun). kalau tidak, bisa2 menghadapi sikap manipulatif di mana2, kita semakin sinis dan pahit.

    Like