Shalom

Sebagian dari Anda mungkin pernah merasakan bagaimana bayi melonjak dalam kandungan sebagaimana diceritakan Lukas dalam teks bacaan hari ini. Akan tetapi, teks ini adalah kelanjutan teks kemarin dan pastilah Lukas sendiri tak melihat bagaimana bayi dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan. Begitulah cara dia menarasikan keyakinan teologisnya. Apa keyakinan teologisnya? Mari lihat saja unsur-unsur naratifnya.

Dengan segala hormat kepada penerjemah Kitab Suci ke dalam Bahasa Indonesia, saya ingat bahwa bisa jadi tradure est tradire, menerjemahkan itu mengkhianati. Pada teks kemarin disodorkan jawaban malaikat atas pertanyaan Bunda Maria yang terheran-heran kok bisa-bisanya mengandung anak pada usianya yang mungkin baru 14/15 tahun dan belum ‘dihampiri’ laki-laki. Jawabannya begini,”Kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau.” Dalam teks Yunani tertera ἐπισκιάσει (episkiasei) yang dialihbahasakan jadi overshadow. Memang, kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bisa jadi menaungi, tetapi nuansa bayangan dalam overshadow hilang.

Teks Italia lebih jelas: La potenza dell’Altissimo ti coprirà con la sua ombra, kuasa Yang Mahatinggi akan menutupi/menaungi engkau dengan bayangannya. “Bayangan” ini merujuk pada narasi jadul bagaimana Allah hadir di tengah-tengah umat Israel yang keluar dari penjajahan bangsa Mesir melalui tiang awan yang menaungi tabut perjanjian berisi loh batu yang diterima Musa. Ke mana tabut perjanjian itu dibawa, tiang awan menaunginya. Lukas tampaknya tak tertarik dengan objek bayangan fisik. Ia meyakini bahwa kehadiran Allah itu tak lagi dalam bentuk tiang awan di atas tabut perjanjian, tetapi dalam kuasa yang menaungi Bunda Maria, tabut perjanjian sesungguhnya.

Dalam diri Bunda Maria ini, Sabda berinkarnasi, hadir dalam kemanusiaan, dan itu dapat dilihat juga dari kata-kata yang keluar dari mulutnya: shalom, damai. Salam ini penting, bukan basa-basi agama. Dalam kata shalom itu terkandung doa dan harapan Daud (Mzm 72:7b) akan kedatangan Mesias sebagai Raja Damai (Yes 9:5) yang melenyapkan kereta perang sampai ujung bumi (Zak 9:10). Bunda Maria menginisiasi zaman baru dengan roh shalom tadi, dan itu benar-benar menggirangkan hati mereka yang percaya dan menginkarnasikan visi Raja Damai tadi.

Dengan begitu, setiap orang beragama sesungguhnya diundang untuk meneladan Bunda Maria: mewartakan shalom, tentu bukan dengan mengandung bayi Yesus, melainkan dengan menginternalisasikan shalom itu dalam dirinya sendiri dan mewujudkannya dalam hidup. Jika orang tak berdamai dengan dirinya sendiri (yang berarti seluruh komponen historisnya), bagaimana mungkin ia membawa damai kepada dunia? Kalau shalom tak berinkarnasi dalam dirinya, niscaya itu jadi basa-basi agama belaka.

Tuhan, jadikanlah kami pembawa damai-Mu. Amin.


HARI KHUSUS ADVEN
21 Desember 2020, Senin

Kid 2,8-14
Luk 1,39-45

Posting 2019: Untung Ada KKN
Posting 2017: Terlambat Buru-buru

Posting 2016: Demen Amat sama Atribut

Posting 2014: Mari Gembira

1 reply

  1. Jgnkan bayi Yohanes Pembaptis, Rm. Saya aja ikut jingkrak2. Bayangkan. Dlm PL, bertemu Allah kudu lewat imam besar. Tp Allah potong kompas manusia yg berbelit dn penuh birokrasi lalu inkarnasi, Immanuel. Horeee😍

    Like