Akhir tahun hanyalah kategori pikiran orang untuk memahami kenyataan dan menata hidupnya, sebagaimana akhir FPI¹ bisa jadi hanya awal FPI², FPI³ dan seterusnya. Yang penting bukan kategori waktu, entah akhir atau awal, atau pangkatnya, melainkan substansinya. Nah, sejujurnya, saya tidak mengerti apa itu substansi, atau mungkin lebih tepatnya, saya tidak mengerti bagaimana menjelaskannya.
Akan tetapi, baiklah di penghujung tahun ini orang melihat kembali setahun ke belakang, kejadian apa saja yang menimpanya. Hampir bisa disepakati bahwa covid-19 memengaruhi hajat hidup orang banyak dalam segala dimensinya. Kesehatan kojur, bisnis hancur, pendidikan kabur, deadline mundur, dan semacamnya. Orang cenderung melihat kehancuran itu sebagai substansi kehidupan, padahal senyatanya itu hanyalah kategori pikiran (kualitas-kuantitas) mengenai kegagalan atau kesuksesan.
Di mana substansinya ya?
Substansinya ‘tersembunyi’ dalam cara orang menanggapi atau menata aneka kejadian yang menimpa dirinya. Dengan demikian, evaluasi atau refleksi akhir tahun semestinya memandang aneka up and down dengan fokus pada cara orang mengambil keputusan, membuat perencanaan dan antisipasi, menindaklanjuti perencanaan, mengantisipasi bahaya, dan seterusnya. Juga kalau sepanjang tahun ternyata bisnis orang berkembang, ia tetap perlu melihat caranya menata bisnisnya: jangan-jangan ia cuma ongkang-ongkang dan perkembangan bisnisnya murni karena bejo alias beruntung akibat pandemi.
Teks bacaan akhir tahun menunjukkan substansi kehidupan ini dengan gerak up and down, yang dalam istilah teknis kekristenan disebut inkarnasi: Sabda Allah itu mendaging, mengambil kebertubuhan. Sayangnya, orang yang tak menangkap substansi, yang kategori berpikirnya cuma hasil, kegagalan-kesuksesan, cenderung berhenti, terfiksasi pada tubuh yang jadi objek inkarnasi tadi, seakan-akan Allah hanya dapat berinkarnasi dalam satu tubuh tertentu. Pun jika inkarnasi itu hendak direduksi dalam perspektif kristiani, jelaslah bahwa mediumnya tidak bersifat tunggal: Allah senantiasa mencari jalan, jalur yang memungkinkan proyeknya terwujud dalam kemanusiaan.
Dengan demikian, pertanyaan akhir tahunnya senantiasa ada dalam koridor inkarnasi tadi: bagaimana sepanjang tahun ini orang menanggapi up and down hidupnya dengan paradigma up and down and up Allah sendiri (dari Allah membangun kemanusiaan yang kembali kepada Allah sendiri). Dalam dunia olah raga, orang biasa mengatakan “kalah menang itu biasa”, dan itu betul, tetapi yang penting ialah bagaimana orang bekerja sehingga bisa menang atau bisa kalah itu.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami dapat mewujudkan pola cinta-Mu dalam hidup kami. Amin.
HARI KETUJUH OKTAF NATAL
31 Desember 2020, Kamis
Posting 2019: Syukurin
Posting 2018: Terpaksa Ikhlas
Posting 2016: Lagu Akhir Tahun
Posting 2015: Good Bye, Ilusi
Posting 2014: Kapan Pangling kepada Dia?
Categories: Daily Reflection