Tuhan Baru

Sebagaimana akhir tahun hanyalah kategori pikiran manusia, begitu juga awal tahun. Maka, tahun baru pun hanyalah bingkai orang untuk memaknai atau menata realitas yang ada di hadapannya (seharusnya) dengan cara atau conditionings baru. Tak mengherankan, ada begitu banyak bingkai tahun baru seturut keyakinan religius atau kultur tertentu.

Yang lebih runyam adalah jika bingkai itu bukan lagi tahun, melainkan Tuhan. Pertama, alih-alih mengasosiasikan bingkai itu dengan kiblat, orang akan berpikir dengan bingkai kuantitas dan mendapati frase “Tuhan baru” itu sebagai penistaan terhadap sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, bingkai kuantitas itu juga mengasumsikan Tuhan sebagai objek material sebagaimana objek-objek lain yang dapat ditangkap dengan indra, saudaranya Indro, kakaknya Indri.🤭 Akibatnya, “Tuhan baru” ini dianggap sebagai perkara ikhtiar manusiawi belaka, mengabaikan atau menyangkal relasi dengan Tuhannya sendiri. Begitulah ateisme.

Dalam KBBI, Tuhan didefinisikan baik sebagai zat Allah maupun sebagai hal yang dianggap sebagai zat Allah itu. Yang bikin runyam ialah ketika orang beragama mencampuradukkan keduanya: zat Allah disamakan dengan anggapannya sendiri mengenai zat Allah. Padahal, zat Allah ini tak terpecahkan oleh bingkai berpikir orang. Berpretensi memecahkan misteri zat Allah itu tidaklah jauh dari ateisme karena tak mengindahkan relasi dengan zat Allahnya sendiri. Maka, frase “Tuhan baru” barangkali lebih bermakna jika dimengerti sebagai cara baru untuk memecahkan misteri zat Allah itu (which is nonsense dalam hidup fana ini), yaitu dengan memasukkan variabel relasi tadi.

Relasinya bagaimana? Mungkinkah relasi terjadi antara manusia dan zat Allah yang terpecahkan oleh kategori pikiran orang?
Mari lihat anjuran dari teks bacaan hari ini. Yang pertama menuturkan bagaimana Harun mesti meyakinkan bangsanya bahwa Allah memberkati dan menjaga mereka. Yang kedua menyatakan bahwa berkat itu membebaskan umat Allah dari relasi perbudakan menjadi relasi kemerdekaan yang memungkinkan orang mewarisi sifat-sifat Allah. Yang ketiga memberi contoh pribadi yang menghidupi relasi berkat itu, Bunda Maria: menyimpan dalam hati dan merenungkannya.

Tentu, Bunda Maria tidak membaca blog ini untuk merenungkannya. Lebih konkret lagi upaya renungannya: mencari “Tuhan baru” sedemikian rupa sehingga anak yang jadi tanggung jawabnya itu menemukan jalan panggilan luhurnya. Tuhan baru tidak mengubah zat Allahnya, tetapi mengubah cara memahami dan menata hidupnya supaya klop dengan sifat-sifat zat Allah itu. Dengan begitulah Bunda Maria memberkati baik sesama maupun Allah.

Tuhan, mohon rahmat supaya hidup kami sungguh bisa jadi berkat. Amin.


HARI KEDELAPAN OKTAF NATAL
Hari Raya Santa Maria Bunda Allah
Rabu, 1 Januari 2021

Bil 6,22-27
Gal 4,4-7

Luk 2,16-21

Posting 2020: Manusia Rahim
Posting 2019: Bukan Tahun Baru

Posting 2018: Hidup Baru

Posting 2017: Damai Aja Bang

Posting 2016: Tahun Haram

Posting 2015: Pernah Serius Mikir?