Dalam sebulan terakhir, kata ‘pencuri’ menjadi populer bahkan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, dan gara-gara kata itu pula polarisasi warga +62 begitu kelihatan, bahkan pada segmen agama tertentu, juga bahkan di kalangan ‘terpelajar’-nya. Itu seakan-akan membenarkan temuan bahwa rerata IQ warga negeri ini hanyalah sekitar 78; gimana kalo diukur juga emotional intelligence dan spiritual intelligencenya ya? Ini kok rasanya memprihatinkan, tetapi kalau memang begitu nyatanya, mau komentar gimana ya?
Saya tidak menyimak langsung bagaimana kata ‘pencuri’ itu jadi kontroversi. Akan tetapi, dari beritanya, saya duga, dan ini ada hubungannya dengan IQ-SQ-EQ tadi, kontroversi itu dipicu oleh mentalitas baperan. Contoh sederhananya begini. Ketika orang lain di depan publik memberi koreksi kepada Anda dengan kalimat “Menurut saya, kamu tuh orangnya emosional” dan Anda langsung marah karena masukan itu. Pertama, itu menunjukkan bahwa masukan itu tampaknya benar karena reaksi Anda begitu emosional. Kedua, Anda tak bisa melihat masukan itu sebagai pendapat subjektif si pemberi koreksi. Ketiga, tak perlu saya sampaikan di sini.
Sayangnya, untuk membedakan antara opini dan fakta atau membedakan kalimat pengandaian dan kalimat faktual, dibutuhkan IQ-SQ-EQ tadi. Alhasil, bisa jadi, ketika seorang anak gadis berteriak lantang “Semua laki-laki sama saja brengseknya!” njuk Anda meradang semata karena Anda laki-laki. Padahal, kalau Anda tanya baik-baik kepada anak gadis itu, mungkin saja dia tidak memasukkan Anda dalam kategori laki-laki yang dia maksudkan.
Paralel dengan itu, jika seorang ahli menyatakan bahwa kalau seorang presiden bypassing eksekusi kebijakan perlinsos, ia seperti rampok dan Paijo adalah presiden petahana, ahli itu tidak sedang mengasosiasikan Paijo sebagai rampok!
Loh, ya jelas, Rom. Presiden rampok. Paijo presiden. Jadi, Paijo rampok, dong! Mau berkelit gimana, itu kan logika!
Eh, hati-hati, jangan-jangan nanti malah dibilang logika ndhasmu, loh! Wkwkwkwkwk.
Untuk berlogika, juga dibutuhkan IQ, loh. Orang perlu cermat. Misalnya, jika premisnya berbunyi pengandaian, kesimpulannya juga pengandaian. Itu berarti, jika premis mayornya berbunyi “Kalau presiden bypassing, ia seperti rampok” dan premis minornya “Paijo adalah presiden”, kesimpulannya ialah “Kalau Paijo bypassing, ia seperti rampok” dan bukannya “Paijo rampok”! Semoga Anda tidak menganggap “Paijo rampok” itu sebagai logika yang lurus dan benar.
Bisa jadi loh, kekacauan rumah tangga dan negara dimulai dari kelirunya orang berlogika yang, jika dipadukan dengan mentalitas baperan, mengaduk-aduk perasaan dan pikiran. Itu dua hal berbeda, bukan? Selain itu, bisa jadi Anda perlu membuat distingsi antara presiden sebagai lembaga negara dan presiden sebagai pribadi tertentu. Kerap terjadi orang mengerdilkan sesamanya ke dalam jabatan atau fungsi publiknya.
Contoh tak langsung yang sederhana: silakan Anda berkaca, pernahkah Anda merasa besar kepala karena orang lain memuji perhiasan Anda bagus? Pernahkah Anda salah tingkah karena figur publik memuji tulisan Anda? Pada momen-momen seperti itu, Anda mencuri keagungan diri Anda dan mempersempitnya sebagai perhiasan atau tulisan Anda. Padahal, Anda bukan perhiasan Anda, Anda juga bukan tulisan Anda. Ya, tentu saja, propaganda atau iklan akan meyakinkan Anda bahwa jati diri Anda ditentukan oleh apa yang Anda makan, pakai, dan seterusnya.
Alhasil, penganut kultus individu tak bisa membedakan kritik terhadap fungsi atau lembaga dari kritik terhadap individu. Paijo tentu bukan pencuri, tetapi mungkin saja sebagai presiden, karena dia di bawah pengaruh lembaga lain, menjalankan kebijakan yang korup. Dalam hal ini, bukan Paijonya yang maling, melainkan lembaga presidennya seperti pencuri.
Nah, nah, nah, ini apa hubungannya sih dengan bacaan hari ini. Bacaan hari ini mendahului bacaan kemarin tentang pastor bonus, gembala yang baik. Kalau mau sampai pada kebenaran, ya lewat pintu yang benar, yaitu pastor bonus tadi. Otherwise, jadi pencuri. Tidak semua pencuri jelek, sekurang-kurangnya pencuri hati yang bersedia dicuri, atau pencuri pandang; akan tetapi, pencuri logika, itu bisa membahayakan relasi.
Tuhan, mohon rahmat keheningan supaya kami dapat menangkap kebenaran-Mu dan hidup bertekun di dalamnya. Amin.
SENIN PASKA IV
22 April 2024
Posting 2019: Petugas Ronda
Posting 2018: Jago Kandang
Posting 2017: Minta Dihargai Berapa?
Posting 2016: Hati Tanpa Pintu
Posting 2015: Dengar Suara Bos Besar!
Posting 2014: Keselamatan Itu Inklusif
