Penawaran

Published by

on

Memang penyesalan selalu datang belakangan. Jika datang duluan namanya penawaran, dan itulah rupanya yang dilakukan Tuhan kepada umat-Nya. Saya tidak percaya kata Kitab Suci bahwa Allah menyesal. Tentu, saya percaya, begitulah bahasa manusia untuk memahami misteri Allah. Menurut saya, dari sononya Allah selalu mengajukan penawaran. Pun jika penawaran itu masih ditawar-tawar lagi, Ia tidak menyesal telah mengajukan penawaran.

Mirip dengan posting beberapa hari lalu, saya menyodorkan dua cara Allah menyodorkan penawarannya. Pertama, lewat hukum alam, hukum sebab akibat, hukum karma, sunnatullah, atau bagaimana pun itu mau diistilahkan. Sudah ada pakem yang berlaku seturut hukum fisika. Sejauh apa manusia mau memanfaatkan hukum dan pengecualiannya, sejauh itu pula manusia menanggapi tawaran Tuhan. Orang boleh terpukau dengan pertunjukkan spektakuler guru fisika, tetapi akan jadi naif jika hanya mengandalkan pancaindranya untuk memahami misteri hidup ini. Terapan hukum fisika bisa dengan gamblang menunjukkan bahwa dalam hidup ini de facto ada kekuatan yang tak kasatmata.

Kedua, lewat relasi batiniah yang menuntut manusia nyemplung ala belajar renang. Hukum fisika bisa ditangkap sepenuhnya dengan otak, dengan kemampuan kognitif, dengan IQ, dan sejenisnya. Relasi batiniah tidak mungkin dibangun hanya dengan kemampuan otak.

Meskipun demikian, baik penawaran lewat hukum alam maupun penawaran lewat relasi batiniah sama-sama menuntut mindfulness yang tak mungkin dibangun lewat hiruk pikuk bisingnya dunia ini. Tanggapan jitu terhadap penawaran itu hanya mungkin dilatih lewat tindakan reflektif manusia. Itu mengapa ada sebagian orang yang usia dan pengalamannya luar biasa tetapi semuanya lewat begitu saja karena tak ada momen untuk merefleksikan baik hukum fisika yang didapatinya maupun relasi batin yang berkecamuk dalam dirinya.

Sulit bagi orang-orang seperti itu untuk memahami bagaimana Allah sesungguhnya berperan dalam hidup manusia. Maklum, hidupnya terpusat pada diri sendiri. Upaya merekayasa hukum fisika juga berujung pada diri sendiri. Yang lain-lainnya jadi angin lalu, dan Tuhan pun jadi bagian angin lalu itu. “Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia.”
Seorang guru rohani pernah membagikan kekhawatiran yang mungkin jarang ada dalam benak kebanyakan orang: “Tuhan, aku khawatir Engkau akan lewat begitu saja dan aku tidak memperhatikannya.” Dalam banyak kasus, kekhawatiran seperti ini berubah menjadi penyesalan seumur hidup: baru mampu mengampuni setelah orang lain meninggal dunia, baru muncul tekad bulat setelah orang yang membutuhkan kita mati kecelakaan, baru sadar Allah bekerja setelah masuk sakratul maut, dan seterusnya.

Ya Allah, mohon rahmat kejernihan hati dan budi untuk menangkap tawaran-Mu dalam setiap kegiatan hidup kami. Amin.


SABTU ADVEN II
14 Desember 2024

Sir 48,1-4.9-11
Mat 17,10-13

Posting 2020: Dalih
Posting 2019: Mana Kuemu?
Posting 2018: Tumbangnya Nalar
Posting 2017: Kau Bercanda Lucunya
Posting 2016: Merintis Neraka

Posting 2015: Antara Wife dan WiFi
Posting 2014: Masih Mau Menyombongkan Diri?

Previous Post
Next Post