Sosok yang diperingati Gereja sehari setelah Natal adalah Stefanus, seorang diakon yang jadi martir pertama. Bacaan yang dipakai adalah teks Matius yang menggambarkan kurang lebih situasi jemaat Kristiani perdana yang mengalami penganiayaan. Mereka ini kiranya adalah orang-orang Yahudi yang tampaknya mulai tersisih dari bangsa Yahudi pada umumnya karena gaya hidup mereka sudah tertular oleh gaya hidup sosok yang diperingati kemarin. Penulis Matius meneguhkan jemaatnya supaya dalam situasi penganiayaan seperti itu, mereka tak perlu cemas dan khawatir akan apa yang mesti mereka katakan dan lakukan.
Penulis ini percaya bahwa mereka akan mendapat anugerah bin rahmat on the spot, tanpa mereka persiapkan sebelumnya. Tentu, gaya hidup Guru mereka sebetulnya adalah bagian dari persiapan, tetapi jelas konsekuensinya: mereka akan dianiaya, diserahkan ke pemuka politik agama, dan bahaya kematian tidaklah mustahil. Kalau orang mampu bertahan sampai akhir, ia akan selamat, entah dalam keadaan hidup atau sudah jadi mayat. Artinya, kematian bukan lagi persoalan penting karena itu hanya akan jadi titik baru keselamatan sejauh orang bertahan dalam gaya hidup yang diteladankan Guru mereka.
Kalau saya tak salah ingat, tugas diakon seperti Stefanus itu adalah memperhatikan kaum tersingkir semacam janda, yatim, dan orang asing. Memperhatikan janda di sini tentu bukan perkara memperhatikan status janda yang bersangkutan, melainkan melayani mereka supaya martabat mereka, bersama anak yatim dan orang asing, tidak terinjak-injak karena posisi rentan mereka. Apakah tugas diakon ini mengundang bahaya?
Bisa jadi, Stefanus diserang pertama-tama karena dia begitu tulus menjalankan tugas diakonnya, yang sesungguhnya juga adalah tugas orang-orang Yahudi lainnya. Bisa juga karena Stefanus ini tidak berkiblat pada Taurat Musa, melainkan Guru dari Nazareth, dua hal yang sesungguhnya juga bukan hal yang bertentangan. Alhasil, penganiayaan terhadap orang seperti Stefanus ini bukan penganiayaan ilegal, melainkan justru cocok dengan hukum yang berlaku. Stefanus ini kiranya dianggap sebagai pentolan gaya hidup baru yang membahayakan tradisi Yahudi, yang bisa juga dipersoalkan karena sesungguhnya tradisi Yahudi pun sangat menghargai janda dan yatim piatu.
Anyway, rahmat on the spot (apa ya ada rahmat yang gak on the spot sih?) itu memampukan Stefanus bukan hanya untuk bersoal jawab, melainkan juga untuk secara tepat menghadapi kematiannya: terimalah rohku. Tidak ada orang yang bisa mengatakannya ketika perhatiannya tertambat pada kekuasaan dan akibatnya tak lagi sanggup mengontrol dirinya sendiri.
Tuhan, mohon rahmat penguasaan diri supaya hanya kemuliaan-Mulah yang kami wartakan. Amin..
HARI KEDUA OKTAF NATAL
Pesta Santo Stefanus, Martir Pertama
26 Desember 2024, Kamis
Kis 6,8-10; 7,54-59
Mat 10,17-22
Posting 2020: Mati Gaya
Posting 2019: Sahabat Semua
Posting 2018: Hancurkan Sekat
Posting 2017: Natal Gombal
Posting 2016: Kerja Lageee…
Posting 2015: Kesempatan Sempit
Posting 2014: Orang Baik Mati, Kebaikan Tidak
