Octiduum

Published by

on

Setiap tahun saya rutin melakukan retret selama 8 hari. Jadi, andaikan mulainya tanggal 21 Februari, selesainya tanggal 28 Februari; itu kalau ada tanggal 28-nya. Saya menyebutnya sebagai octiduum. Tempat retret saya selama 30 tahun terakhir ini hampir selalu berpindah-pindah. Eh sori, yang berpindah-pindah saya, bukan tempat retretnya [coba koreksi kalimatnya, Rom!]. Akan tetapi, tidak (akan) pernah saya retret di AKMIL, dan sebaiknya Anda tidak memaksa saya retret di AKMIL karena itu sudah membuyarkan dengan sendirinya substansi octiduum yang saya lakukan setiap tahun. Kalau Anda mau paksa menteri dan kepala daerah sih, suka-suka yang kuasa aja.

Octiduum yang saya jalankan tidak pernah dimaksudkan untuk menyokong status quo hidup saya, sebaliknya, diharapkan menghancurkan tendensi status quo saya. Apakah setelah octiduum itu tendensi status quo saya hancur? Ya ga juga sih, tapi sekurang-kurangnya selama octiduum itu saya menyadari di mana tendensi status quo saya dan sesudahnya saya bergumul juga dengan tendensi itu supaya kerja saya semakin dimurnikan sebagai jalan pengabdian kepada orang lain alih-alih pengakuan dari orang lain. Kalau tidak, saya ada dalam bahaya garis keras penyokong status quo kekuasaan.

Teks bacaan utama hari ini sudah lama jadi bahan perpecahan Gereja Katolik dan Protestan karena dulu Katolik memakai pengakuan Petrus ini sebagai dasar berdirinya Gereja dengan klaim bahwa posisi Petrus itu diteruskan oleh pengganti-penggantinya dalam garis kepausan yang sekarang ini sudah terbilang sampai ke-266. Ini jelas disangkal oleh Protestan. Akan tetapi, sekarang ini tampaknya sudah ada saling pemahaman bahwa teks ini menunjukkan bahwa Yesuslah yang menginisiasi Gereja dengan dasar sosok Petrus dan, dengan demikian, posisi Petrus ini unik dan tak terulang lagi bahkan oleh mereka yang diklaim sebagai penerusnya.

Status quo akan melawan pemahaman seperti itu, baik dengan menekankan peran Paulus sebagai pendiri kekristenan maupun keukeuh pada pernyataan iman Petrus yang kemudian dilekatkan pada institusi Gereja Katolik. Keduanya ada dalam bahaya melengserkan Yesus Kristus, yang ironisnya disebut sebagai pendiri Gereja. Kalau sudah sampai di sini, siapa pun bisa keblinger dan institusi menjadi penindas karya Roh entah dengan dalih efisiensi atau privasi. Di situ mengintailah sisi gelap hirarki, yang tidak punya jalan selain memberi instruksi.

Semoga Paus Fransiskus mendapat panggilan terbaik dari Allah dan semakin banyak orang dapat belajar dari kerendahhatiannya dalam takhta yang tanpa makna-di-luar-pengabdian-kepada-Allah-dan-sesama. Amin.


PESTA TAKHTA S. PETRUS
Sabtu Biasa VI C/1
22 Februari 2025

1Ptr 5, 1-4
Mat 16,13-19

Posting 2021: Kenalan Tuhan
Posting 2020: Kursi Dingin
Posting 2019: Doa’in Dong

Posting 2018: Pemimpin Siluman

Posting 2017: Pak Teguh

Posting 2016: Roma Locuta,
Causa Finita! 
Posting 2014: Papa Francesco

Previous Post
Next Post