Kursi Dingin

Saya coba cari informasi mengenai kursi panas, kok malah nemu uraian mengenai hubungan pinggul dan pantat panas dengan potensi banyak anak😅 Wis ra dhong aku karo dunia informasi hari gini. Setahu saya, kursi panas itu ungkapan mengenai posisi yang diperebutkan banyak orang dengan aneka macam usaha (dan intrik). Daripada susah memikirkan kursi panas, baiklah saya tilik kursi dingin saja, karena hari ini Gereja Katolik memestakan takhta Santo Petrus, yang berhubungan dengan S3 Vatikan. Anda tak perlu susah juga memikirkan pesta takhta Santo Petrus ini. Tidak ada pesta seperti hari besar atau karnaval atau valentine’s day atau apalah karena ini cuma pesta batin atau jiwa, yang setiap saat menimba pelajaran rohani dari aneka macam simbol, dari mana pun asalnya.

Memang tidak ada ungkapan yang menggunakan kata ‘kursi dingin’, tetapi tak ada salahnya menempatkannya sebagai oposisi ‘kursi panas’ tadi. Sebagai lawan ‘kursi panas’, saya kira takhta Santo Petrus ini adalah contoh ‘kursi dingin’. Bahwa pada suatu masa menjadi panas, itu bisa dipahami karena posisi ini dimanfaatkan sebagai medium politik kekuasaan jauh lebih kuat daripada politik pelayanan publik. Akibatnya, kursi ini jadi sengketa dan pendudukannya dimengerti sebagai prestasi daripada hidayah Allah sendiri.

Kalau menilik teks hari ini, jelaslah bahwa Petrus dipilih bukan karena prestasinya, apalagi kesempurnaannya. Tak mengherankan, juga dalam tradisi Katolik yang menghubungkan ‘kursi dingin’ Vatikan dengan Petrus ini, penerus pemimpin Gerejanya juga punya cacat atau kekurangannya masing-masing. Yang bikin persoalan bukan bahwa mereka rapuh bin tak sempurna binti lemah, melainkan bahwa orang-orang yang dipimpinnya, digembalakannya, memandang sosok yang duduk di ‘kursi dingin’ itu sebagai wakil Allah di dunia ini.

Loh, Romo ini gimana, ya memang begitu kan kenyataannya? Paus adalah wakil Allah di dunia ini.
Itu yang diajarkan dalam pelajaran agama Katolik sejak SMP.
Ya betul, tetapi ‘wakil Allah’ itu tidak eksklusif milik Paus. Anda pun wakil Allah. Kalau tetap mau ngotot bahwa Paus adalah ‘wakil Allah’ yang berbeda dari yang lain, yang memegang kebenaran, yang tak bisa melakukan kesalahan, itu hanya bisa dikembalikan lagi ke sosok Petrus. Paus memegang kebenaran, tak bisa melakukan kesalahan sebagaimana Petrus memegang kebenaran dan tak bisa melakukan kesalahan.
Anda tahu konsekuensinya: Petrus pun berkhianat, menyangkal Gurunya. Itulah ‘wakil Allah’.

Kalau masih tak terima bahwa Paus itu ‘wakil Allah’ langsung, baik juga diingat julukan yang dipakai Paus: servus servorum Dei, hamba dari para hamba Allah. Sosok seperti ini tak mungkin rebutan ‘kursi panas’. Posisi yang didudukinya diterima sebagai anugerah dan tugas, bukan capaian prestasi sempurnanya.
Lalu saya teringat lagu yang dinyanyikan anak kecil: bukan karena kebaikanmu, fasih lidahmu, kekayaanmu, kecakapanmu, baik rupamu, kelebihanmu, kau dipanggil-Nya. Semua karena anugerah-Nya. Maksudnya, semua dalam jangkauan anugerah Allah (bukan semua-muanya secara langsung diberikan Allah. Bdk. posting Allah di Kalijodo).

Andai saja tatapan orang-orang politik itu ‘kursi dingin’, niscaya pelayanan publik jauh lebih memuaskan.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami dapat membaktikan diri sebagai hamba-Mu dalam pelayanan publik. Amin.


PESTA TAKHTA S. PETRUS
Sabtu Biasa VI A/2
22 Februari 2020

1Ptr 5, 1-4
Mat 16,13-19

Posting Tahun 2019: Doa’in Dong
Posting Tahun 2018: Pemimpin Siluman

Posting Tahun 2017: Pak Teguh

Posting Tahun 2016: Roma Locuta,
Causa Finita! 
Posting Tahun 2014: Papa Francesco