Oligarki

Published by

on

Jika featured image saya beri caption kutipan dari bacaan hari ini, mungkin ada kecocokannya: Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa, supaya bertobat. Bayangkanlah sosok yang di tengah itu pemberi sabda, dan di kiri kanannya berkumpul pemungut sumber daya dari mana-mana. Apakah mereka orang berdosa? Ya tentu sajalah; mana ada orang tak berdosa, bukan? Juga jika Anda dan saya termasuk dalam foto di situ, kita tetaplah pendosa.

Yang membuat gambar itu tak cocok dengan kutipan dari teks bacaan hari ini ialah konteksnya. Latar belakang teks bacaan hari ini adalah gerakan yang diinisiasi dari bawah, dalam masyarakat yang sedang dijajah oleh aseng. Dalam konteks penjajahan itu, pekerjaan memungut cukai tidak mendapat simpati dari orang kebanyakan karena, selain pegawainya bukan orang setempat, mereka ini tunduk pada etiket pemerintah pusat, komplet dengan kultur religius Romawi. Saya tidak punya info apakah mereka juga ikut retret kepala daerah yang diselenggarakan pusat kekaisaran Romawi (lha emangnya ada?), tapi saya percaya orang-orang Yahudi tidak begitu senang dengan kehadiran pemungut pajak, selain karena pajak yang tak terhubung dengan kesejahteraan mereka, mereka juga terpaksa toleran terhadap kultur religius Romawi.

Foto yang saya pakai sebagai featured image tidak merepresentasikan gerakan dari bawah. Jika diparalelkan dengan pusat kekuasaan, sang pemegang kekuasaan memanggil para oligark dan para oligark ini bukanlah sosok yang disingkiri masyarakat. Pada kenyataannya, merekalah yang memberi sumbangan ini itu, membangun itu ini, menggelontorkan dana, mempersuasi badan legislatif supaya bikin aturan yang tak menghambat kepentingan mereka, mencolek lembaga eksekutif supaya memberi mereka tender, menggandeng aparat yudikatif supaya membuat mereka kebal hukum. Untungnya lagi, orang kebanyakan mungkin juga toleran dengan korupsi. Alhasil, tak perlu heran dengan aneka kasus yang menguap jika melibatkan para oligark: mereka tak berniat jahat, mereka tak terlibat [langsung], mereka bukanlah penjilat, karena dalam oligarki tak bisa lagi dibedakan siapa penjilat dan siapa yang dijilat.

Jadi, apa relevansi Guru dari Nazareth ini makan bersama para pemungut cukai yang disingkiri orang banyak? Ya undangan tobatnya, baik kepada mereka yang membenci pemungut cukai maupun pemungut cukainya sendiri. Tobat untuk apa?
Teks bacaan hari ini menunjukkan arahnya: mengikuti Yesus, meninggalkan segala sesuatu. Meninggalkan segala sesuatu tak perlu direduksi sebagai tindakan mengabaikan segala sesuatu, tetapi menyerahkan masa lalu supaya dapat fokus untuk mengikuti Yesus. Frase mengikuti Yesus ini bisa dijabarkan dalam puluhan buku tetapi cukuplah dimengerti di sini bahwa panggilan kemuridan selalu beranjak dari bawah untuk mengadopsi cara bertindak baru: bukan proyek politik, bukan pula komitmen pada teori atau ajaran filsafat. Ini adalah proyek perjumpaan yang membuat semakin banyak orang berasosiasi alih-alih membuat separasi sebagaimana dipopulerkan kaum Farisi.

Tuhan, mohon rahmat kebijaksanaan supaya persekutuan yang kami bangun tidak diam-diam menindas kedaulatan rakyat yang bermartabat. Amin. 


HARI SABTU SESUDAH RABU ABU
20 Februari 2021

Yes 58,9b-14
Luk 5,27-32

Posting 2021: God’s Friends
Posting 2020: Bersemi sepanjang Hari
Posting 2019: Iman Pendosa
Posting 2018: Kerendahhatian Képologis
 
Posting 2017: Memeluk Kerapuhan

Posting 2016: Solidaritas
Pret 
Posting
2015: Mending Gak Usah Beragama

Posting 2014: Tobat: Equilibrium

Previous Post
Next Post