Kemarin sudah disinggung bagaimana puasa hanya relevan bagi orang yang mengerti maknanya: demi sesuatu yang lain, yang dalam posting sebelumnya disebut sebagai yang lebih baik lagi. Kalau ‘yang lain’ itu sudah ada dalam dirinya, dan mesti berpuasa, tentu ada ‘yang lain dari yang lain’ itu sebagai alasannya berpuasa. Juga disinggung sebagian orang beragama, yang mungkin menganggap kualitas imannya lebih baik dari yang lain, berlagak bahwa hidupnya sudah senantiasa bersama ‘yang lain’ itu. Maka, puasa tidaklah relevan.
Hari ini disodorkan contoh orang beragama yang berlagak itu; yang cuma mengerti puasa sebagai kewajiban dan praktiknya bergantung pada peraturan agamanya. Betul, itulah kaum Farisi yang memprotes Guru dari Nazareth karena makan bersama orang-orang berdosa, seakan-akan mereka sendiri tak tergolong sebagai orang berdosa. Runyamnya, di kepala mereka tumbuh subur keyakinan bahwa Allah itu mencintai orang yang saleh dan taat beribadat seturut aturan agama dan membenci mereka yang berandalan dan berdosa berat.
Guru dari Nazareth menyodorkan paham Allah yang berbeda: Dia mencintai orang baik dan orang jahat. Orang baik dicintai supaya tetap baik, orang jahat dicintai supaya jadi baik. Bukankah itu paham Allah yang lebih manusiawi?
Akan tetapi, ya gitu deh, sejalan dengan seluk beluk puasa kemarin. Kalau orang tak paham makna, puasanya hanya jadi kewajiban agama, dan ngertinya cuma perkara tak makan-minum. Dengan modal begitu, orang menganggap dirinya sudah jadi orang baik, yang benar di hadapan Allah.
Betul kata tetangga saya. Persoalannya bukan siapa orang suci dan siapa pendosa, melainkan siapa pendosa yang merasa diri pendosa dan siapa pendosa yang merasa diri suci; siapa pendosa yang membutuhkan pertobatan dan siapa pendosa yang tak butuh pertobatan. Maka, barangkali Guru dari Nazareth pun kehilangan harapan terhadap yang kedua, wong sudah merasa diri klop dengan Tuhan. Beliau malah berteman dengan mereka yang dikategorikan pendosa oleh kaum sebangsanya sendiri. Jangan-jangan Tuhan malah bisanya berteman dengan kelompok ini.
Tuhan, mohon rahmat kerendahhatian untuk menyadari kedosaan sekaligus undangan-Mu untuk pertobatan sejati. Amin.
HARI SABTU SESUDAH RABU ABU
20 Februari 2021
Posting 2020: Bersemi sepanjang Hari
Posting 2019: Iman Pendosa
Posting 2018: Kerendahhatian Képologis
Posting 2017: Memeluk Kerapuhan
Posting 2016: Solidaritas Pret
Posting 2015: Mending Gak Usah Beragama
Posting 2014: Tobat: Equilibrium
Categories: Daily Reflection