Sejak masa SMA saya sudah protes terhadap dikotomi antara alam dan manusia karena saya tidak bisa memahami manusia di luar semesta alam. Pikir saya waktu itu, bagaimana mungkin manusia ciptaan paling luhur hanya karena punya akal budi? Ketika pertanyaan ini saya sodorkan pada guru biologi, tentu saja beliau tidak bisa menjawabnya karena juga beliau tidak sedang mengajar antropologi, kosmologi, atau teologi. Persoalan itu terus saya bawa sampai sekarang dan keyakinan saya tak pernah berubah: Anda dan saya hanyalah dua upil-ipil dari sedemikian dahsyatnya semesta ini dan bagaimana standar relasi kita satu sama lain menjadi standar bagaimana semesta nan dahsyat itu berelasi dengan kita. Ini tidak untuk mengejek para korban banjir, tetapi justru memperjelas bahwa relasi antarmanusia yang buruk menjadi standar perilaku alam terhadap manusia sendiri.
Teks bacaan utama hari ini mengingatkan saya pada kisah kecil Ruth dalam Kitab Ibrani, yang menadahkan selendangnya untuk membawa enam takar jelai yang diterimanya. Saya tak mengerti hubungan selandangnya dengan enam takar jelai, tetapi dalam bisnis jual beli memang semestinya ada takaran standar untuk pihak pembeli maupun penjual. Jika ada standar atau takaran ganda pembelian dan penjualan (untuk jual takarannya ini, untuk beli takarannya itu), mestinya ada masalah minyak goreng kurang berapa ratus mililiter gitu, bukan? Alhasil, standar ganda berisiko memuat hal yang korup.
Juga dalam hidup beriman, standar ganda berisiko menyangkal prinsip Kerajaan Allah, yang mempertahankan relasi harmonis antara Allah dan semestanya. Bagaimana Anda dan saya menetapkan relasi dengan sesama bisa jadi standar Allah berelasi dengan kita. Saya ingat bagaimana sebuah pemukiman di suatu kota, seluruh bangunan rumah diberi pagar yang sangat tinggi dengan lilitan pagar kawat beraliran listrik menutupi seluruh bangunan. Barangkali, kalau betul Allah ada di atas sana, Dia akan mencibir,”Itu rumah orang atau sangkar burung sih?”
Bahasa manusia mungkin lebih lekat pada perkara keamanan, tetapi jangan-jangan bahasa keamanan itu memuat ketakutan orang untuk menghapus standar ganda dalam hidupnya: orang lain harus ikuti perintah efisiensi, aku tidak perlu efisien wong aku petugas pelaksana efisiensi. Orang lain harus taat lalu lintas tetapi aku sebagai petugas lalu lintas tak perlu menaatinya. Yang membuat Anda dan saya sah melanggar aturan bukan bahwa kita petugas dan yang lain bukan petugas, melainkan bahwa kita memang sedang menjalankan tugas. Yang membuat Anda dan saya berharga di mata Allah bukan bahwa kita penganut kepercayaan dan yang lain bukan, melainkan bahwa standar hidup kita klop dengan apa yang sesungguhnya dikehendaki Allah.
Sampai di situ, adakah orang yang dapat membusungkan dada dengan klaim mengetahui secara pasti kehendak Allah? Hanya orang-orang yang kemurahhatiannya seperti kemurahhatian Allahlah yang dapat mengetahuinya, itu juga tidak membuatnya layak membusungkan dada.
Tuhan, jadikanlah kami murah hati seperti Engkau sendiri murah hati. Amin.
HARI SENIN PRAPASKA II
17 Maret 2025
Posting 2021: Belas
Posting 2020: Mungkin Anda Monyet Juga
Posting 2019: Harga Murah Hati
Posting 2018: Kêwêlèh
Posting 2017: Siapa Modelku?
Posting 2015: Bukan Gaya Murahan
Posting 2014: Solidaritas dan Arogansi Terselubung
