Konon di Afrika itu pemburu punya cara yang unik untuk menangkap monyet hidup-hidup tanpa melukai mereka. Modalnya sederhana: botol berleher panjang, cukup untuk lengan monyet mengambil umpan dalam botol itu. Botol itu sendiri ditanam dalam tanah dan diberi kacang beserta penguat aromanya. Nah, biasanya sore hari monyet datang untuk mengambil kacang dalam botol yang tertanam di tanah itu. Apa hubungannya kacang dalam botol dan penangkapan monyet? Bukankah monyet itu dengan mudah bisa lari ketika pemburu datang?
Tidak bisa. Monyet tidak bisa lari karena tangannya masuk ke dalam botol menggenggam kacang di dalamnya.
Loh, kan ya tinggal lepas kacangnya trus lari, kan?
Ya persis itulah hubungannya: monyet takkan melepas genggaman kacangnya karena itulah yang terpenting baginya. Akibatnya, ia tak bisa bergerak, terkunci oleh kacang dalam botol itu.
Bagusnya, monyet itu tak lain adalah representasi Anda dan saya, yang menggenggam erat apa saja yang dianggap penting dan kepadanya kita katakan “Aku tidak bisa hidup tanpamu.” Dengan disposisi seperti itu, orang tak punya kemampuan untuk menjadi murah hati sebagaimana Allah adalah murah hati. Beratlah orang mengikhlaskan orang terdekatnya, keluarganya, prestasinya, tokonya, medalinya, proyek pribadinya, rumahnya, dan seterusnya, sedemikian rupa sehingga hidupnya malah termiskinkan, perspektifnya tak mengalami pengayaan, kebebasannya terus direnggut oleh apa saja, dan makna hidupnya bagaikan kacang bagi monyet. Dalam diri orang seperti ini, detachment bisa jadi kata lain dari cinta, kedamaian, kebebasan, kekayaan, dan seterusnya.
Barangkali orang beriman pun perlu belajar dari pengemis miskin yang merelakan kepunyaannya untuk diberikan kepada orang lain; juga dari janda miskin yang memberi dari kekurangannya (tetapi bukan dari hutangnya). Tentu saja, pemberian ini tak lagi terbatas pada benda fisik, tetapi juga nonfisik: maaf, pengampunan, pemahaman, cinta, damai, kepercayaan, dan seterusnya. Kalau orang beriman kehilangan keikhlasan, cinta yang diberikannya tak lain ialah cinta monyet.
Tuhan, mohon rahmat supaya kami semakin mampu menjadi murah hati pertama-tama karena Engkau sungguh murah hati. Amin.
HARI SENIN PRAPASKA II
9 Maret 2020
Posting 2019: Harga Murah Hati
Posting 2018: Kêwêlèh
Posting 2017: Siapa Modelku?
Posting 2015: Bukan Gaya Murahan
Posting 2014: Solidaritas dan Arogansi Terselubung
Categories: Daily Reflection
Mereka bilang saya monyet (the movie). Ogah banget dibilang kayak monyet, but who can just let go his/her hard-earned property/love without fighting hard first? Entahlah, real fighters don’t give up easily! Mo lagi pergi ya, kok jam postingannya gak kayak biasa #kepoMaksimal😁 Anyway, stay safe & healthy🙏
LikeLike
Iya bu, memberi retret.
LikeLike
iya, agak telat-telat postingnya. Romo lagi kesulitan waktu atau jaringan ya? Ini pagi masih baca yang harusnya kemarin. Kemarin sampai sore gak muncul.
LikeLike
Iya lagi kesulitan mengelola waktu 😅
LikeLike