Belas

Sebaik apa pun sistem kekuasaan yang diadopsi suatu bangsa, pelaksanaannya bergantung pada orang-orangnya, apakah terseret oleh tendensi korup atau tidak. Hambok demokrasi tercanggih pun, tak pernah jadi sufficient condition. Tak perlu saya tunjukkan contohnya ya, silakan lihat sendiri keadaan negara yang dianggap sebagai kiblat demokrasi. Tak mengherankan, Guru dari Nazareth tidak punya pretensi sama sekali untuk melawan sistem kolonial yang menimpa bangsanya, seakan-akan dia tak menginginkan kemerdekaan bangsanya. Di sini orang bisa salah paham.

Ini bukan perkara karena dia tak punya angkatan bersenjata. Betul bahwa dia tak punya kelompok bersenjata (meskipun muridnya ada juga dari kaum pemberontak), tetapi bukan itu pokok persoalannya. Pokok revolusi mental tidak terletak pada kemenangan fisik atau kekuasaan material. Dengan demikian, ini juga bukan soal mengusir penjajah belaka. Pokok persoalannya adalah the man behind the gun. Itulah semata yang hendak dikoreksinya lebih dulu sehingga kelak, entah mengusir penjajah atau tidak, entah menjadi bangsa merdeka atau tidak, entah jadi negara demokratis atau tidak, hidup bersama tak lagi didominasi korupsi di sana-sini dan ketidakadilan meratu lela. 

Mungkin Anda masih ingat materi perkuliahan yang menyodorkan adagium: tak ada kawan atau lawan abadi, yang ada ialah kepentingan abadi. Itulah juga yang rupanya hendak disasar Guru dari Nazareth: kepentingan abadi, yang sumbernya memang abadi, yaitu Allah yang berbelas kasih. Maka, kalau teks kemarin dulu bicara soal kesempurnaan, tolok ukurnya ada pada sifat belas kasih Allah ini, sifat yang setiap hari disiarkan di media: Allah yang pengasih lagi penyayang. Kasih sayang-Nya berlaku untuk orang lembut maupun orang bengis, orang sabar maupun orang berangasan, orang kaya maupun miskin, dan seterusnya.

Andai saja semua orang beragama mewarisi sifat Allah itu, niscaya dunia ini sudah jadi surga, yang orang-orangnya menabur kerahiman Allah tanpa pandang apa yang telah mereka dapat dari dunia ini. Yang kiranya jauh lebih populer adalah kebaikan sebagai ungkapan gratifikasi atau instrumen untuk hal yang didambakan bagi dirinya sendiri. Demikianlah cinta bersyarat, yang menodai belas kasih sayang Allah, yang mencoreng kebaikan atau kesejahteraan bersama.

Ya Allah, mohon rahmat belas kasih-Mu supaya kami sungguh mampu berbelas kasih kepada segala ciptaan. Amin.


HARI SENIN PRAPASKA II
1 Maret 2021

Dan 9,4b-10
Luk 6,36-38

Posting 2020: Mungkin Anda Monyet Juga
Posting 2019: Harga Murah Hati

Posting 2018: Kêwêlèh

Posting 2017: Siapa Modelku?

Posting 2015: Bukan Gaya Murahan

Posting 2014: Solidaritas dan Arogansi Terselubung