Bukan Riang Riyā’

Bukankah kualitas omdo’ atau nato itu tidak eksklusif milik pemuka agama seperti ahli Taurat dan orang Farisi ya? Kualitas pribadi inkoheren seperti itu mestilah dipelihara banyak orang lainnya. Mengapa Guru dari Nazareth itu sedemikian getolnya mengingatkan orang banyak supaya tak ketularan penyakit pemuka agama ini? Berarti bukan penyakit omdo’ dan natonya, bukan?

Rupanya memang bukan, karena teks bacaan hari ini ditutup dengan paradoks tinggi-rendah: yang meninggikan diri akan direndahkan, dan yang merendahkan diri akan ditinggikan. Akan tetapi, paradoks ini pun perlu diletakkan dalam teropong ayat sebelumnya yang begitu keras: Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang! Pernah saya singgung tentang riyā’ pada tautan ini.

Dengan begitu, entah orang meninggikan atau merendahkan dirinya, kalau maksudnya mengarah ke riyā’ tadi ya sama saja padha bae sami mawon. Maksud seperti itu sudah dengan sendirinya mengkhianati autentisitas, menghancurkan relasi autentik dengan Allah. Kenapa? Karena tolok ukurnya bukan lagi relasi dengan Allah, melainkan relasi dengan prakemanusiaan: privilese, dominasi, kekuasaan, kemenangan, dan seterusnya. Targetnya bukan menyenangkan Allah, melainkan menyenangkan manusia.

Loh apa salahnya menyenangkan manusia, Rom? Bukankah baik juga membuat orang lain senang dan syukur-syukur bahagia?
Masalahnya bukan bahwa menyenangkan manusia itu buruk sedangkan menyenangkan Allah itu baik, melainkan bahwa ahli Taurat dan orang Farisi tadi menyamakan keduanya. Dengan menyenangkan manusia (diri mereka sendiri dan orang lain yang segerombolan) mereka sudah merasa diri menyenangkan Allah. Mereka, atau Anda dan saya, menganggap perbuatan baiknya sudah final, benar, dan pasti diridai Allah. Padahal, masih ada motif campuran lain dalam hati. Hidup macam ini tidak lagi riang ria, tetapi riang riyā’.

Hidup riang ria adalah hidup dengan kiblat menyenangkan Allah, yang dampaknya justru membuat seluruh manusia senang. Tidak sebaliknya, karena menyenangkan manusia yang satu bisa bikin runyam manusia lainnya. Jadi timpang, dan jika di situ ada ketimpangan, apa betul Allah jadi senang?🤔
Kalau gitugak usah menyenangkan manusia saja ya, Rom, biar tak terjadi ketimpangan?😂
Kesimpulannya ngalor, padahal sarannya ngidul: carilah kerajaan Allah bin kehendak Allah dulu, nanti lain-lainnya nyusul, termasuk kesenangan manusia itu. 

Tuhan, mohon rahmat kemurnian hati dan kejernihan budi supaya seluruh jatuh bangun kami semata demi kemuliaan-Mu. Amin.


HARI SELASA PRAPASKA II
2 Maret 2021

Yes 1,10.16-20
Mat 23,1-12

Posting 2020: Virus Coro
Posting 2018: Agama Ciyus
Posting 2017: Akal Budi/Bulus

Posting 2016: Agama Songong
 
Posting 2015: Makin Tinggi, Makin Melayani

Posting 2014: Tobat: Lebih dari Sekadar Kapok…