Kamisan

Published by

on

Anda mungkin punya secuil empati terhadap gerakan Kamisan yang hampir dua dekade berlangsung di sana-sini. Sebagian orang mungkin pesimis terhadap gerakan seperti ini. Ini bukan demonstrasi besar-besaran meskipun belakangan menyebar di berbagai kota. Bukan juga demonstrasi dengan agenda spesifik seperti penolakan UU TNI. Akan tetapi, gerakan-gerakan seperti itu, dengan aneka ungkapan, bahasa, dan cara, yang mungkin dianggap penikmat status quo sebagai gerakan yang tidak santun, adalah mekanisme yang ada dalam jangkaun kaum minoritas tertindas.

Teks bacaan utama hari ini memuat ungkapan-ungkapan yang sesungguhnya sangat negatif dan terdengar kasar sampai-sampai mesti membanding-bandingkan tokoh seperti Yesus, Abraham dan nabi-nabi lain yang semuanya, tentu saja, sudah mati. Runyam juga ini teks karena benar-benar menyodorkan perseteruan teologis, dan semakin runyam jika pembacanya melihat teks itu seakan-akan sebagai reportase perseteruan Yesus dengan orang-orang Yahudi. Kenapa runyam? Karena anggapan itu bisa menjerumuskan orang Kristen pada pengertian bahwa kekristenan itu berlawanan dengan agama Yahudi. Padahal, sebetulnya teks itu ‘hanyalah’ masalah internal keluarga klan Yahudi: antara yang mengikuti gerakan Yesus dan yang menolaknya. Baik yang mengikuti maupun yang menolaknya toh ya sama-sama orang Yahudi.

Persoalannya, Yahudi pengikut kekristenan itu minoritas dan status minoritas mereka itu menjadi makanan empuk bagi mayoritas untuk mengucilkan mereka dari sinagoga dan tradisi Yahudi sendiri. Tak mengherankan, nuansa tulisan Yohanes itu sebetulnya tidak pertama-tama menunjukkan perseteruan teologisnya sendiri, tetapi merepresentasikan suara perlawanan penulis Yohanes terhadap struktur kekuasaan dan kekuatan politik Yahudi mayoritas yang hendak memutuskan komunitas penulis Yohanes ini dari tradisi Yahudi.

Saya tidak tahu apakah ada gunanya nyemplung ke perang tarif bersama Trump dkk, tetapi tulisan Yohanes dan latar belakang historisnya meyakinkan saya bahwa hidup dalam proxy war macam itu hanya membahagiakan jika kaum lemah dan tertindas bertekun dalam keyakinan fundamental yang berpijak pada Kebenaran sejati, kebenaran yang tak pernah bersifat eksklusif dan opresif. Gerakan bottom-up ini tidak hendak melawan pribadi mana pun, tetapi mengundang pribadi mana pun untuk mengoreksi pasar, mengoreksi kehidupan politik yang mengabaikan martabat atau harga diri manusia.

Semoga Anda dan saya diberi kekuatan untuk bertekun meresonansikan nurani bangsa yang terus dicabik-cabik oleh keyakinan-keyakinan palsu pendukung status quo. Amin.


KAMIS PRAPASKA V
10 April 2025

Kej 17,3-9
Yoh 8,51-59

Posting 2020: Syukur Abadi
Posting 2019: Dari Bilik Rekonsiliasi
Posting 2018: 20 Ngibulin 30

Posting 2017: Agama Kok Kompetitif

Posting 2016: Gosip Aja

Posting 
2015: Batu Mulia
Posting 2014: Ikut Dia, Kagak Ada Matinye

Previous Post
Next Post