Selain eisegesis, bahaya laten yang kerap tak disadari pembaca teks suci adalah anakronisme, ideologi salah kamar. Membaca teks bacaan utama hari ini bisa jadi salah satu contoh anakronisme yang dilakukan sebagian orang Kristen, barangkali Anda. Misalnya, di situ ada kalimat yang diletakkan dalam mulut Yesus “Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” Berdasarkan pernyataan itu, sebagian orang Kristen, mungkin Anda, memahami Yesus adalah Allah, dan saya berani jamin, ini adalah skandal, bukan hanya bagi saudara-saudari Muslim, melainkan juga bagi penganut tradisi Yahudi. Itu jelas mempertuhankan Yesus dan menista Allah.
Di manakah letak anakronismenya?
Dalam teks Yohanes, Yesus tidak mengklaim dirinya sebagai Allah, menggantikan Allah atau menjadikan dirinya Allah. Dia memang mengklaim mengenal Allah dengan cara yang sebelumnya tak terjadi: tidak ada manusia yang pernah mengenal Allah dalam kesatuan dengan-Nya, baik dalam kehendak maupun pekerjaan untuk keselamatan dunia. Kebenaran ini, dan pengalaman orang yang percaya akan kebenaran ini, menjadi sangat penting dalam teks Yohanes. Mereka yang menolak kebenaran ini berseteru dengan Yesus dan pengikutnya. Akan tetapi, konteksnya ialah perseteruan antara kelompok orang Yahudi yang menerima kemesiasan Yesus dan mereka yang menolaknya.
Baru beberapa abad kemudian, dalam kelompok mereka yang menerima kemesiasan Yesus, yaitu orang-orang Kristen, baik Yahudi maupun non-Yahudi, timbul pergumulan besar untuk memahami relasi Yesus dengan Allah ini dengan kerangka filsafat Yunani. Ini adalah logika berpikir yang absen dari cara berpikir penulis teks Yohanes mengenai relasi Yesus dengan Allah. Akibatnya, persoalan relasi Yesus dan Allah itu menjadi bahan konflik antarumat Kristen sehingga muncul aneka doktrin mengenai status Yesus dan berkembanglah ajaran mengenai Allah Tritunggal. Ironisnya, bahkan dalam perumusan dogma agama itu, intrik-intrik politik ikut bermain.
Tentu saja, sebagai orang Kristen, Anda dan saya tidak menyangkal ajaran tentang Trinitas, tetapi membaca teks Yohanes ini dengan bingkai Trinitas jelaslah salah kamar. Kamar pertama itu pergumulan internal keluarga Yahudi (yang pro dan kontra Yesus sebagai mesias). Kamar kedua adalah konflik internal keluarga Kristen. Mencampuradukkan kamar ini jadi contoh anakronisme dalam membaca teks suci dan itu berbahahahahaya sekali. Kalau saya berkhotbah Jumat seperti dulu biasa saya lakukan di antara teman-teman muda, pasti pokok ini akan saya tekankan lagi: bacalah teks Kitab Suci dengan rasa kepo terhadap konteksnya. Bikin runyam memang, tetapi memerdekakan dari aneka salah paham atau prasangka buruk terhadap keyakinan lain, apalagi menghakimi mereka yang berbeda keyakinan itu.
Ya Allah, mohon rahmat supaya kami semakin mengenali diri di hadirat-Mu dan tidak main hakim sendiri. Amin.
HARI JUMAT PRAPASKA V
11 April 2025
Posting 2020: Know Yourself
Posting 2019: Pasukan Elite
Posting 2018: That’s not funny
Posting 2017: Si Penista Agama Itu
Posting 2016: Menggambar Allah Lagi
Posting 2015: Mulutmu Hariwowmu
Posting 2014: Kairos, Siapa Takut?
