Presiden dan wakil presiden adalah satu. Presiden ada dalam wakil presiden dan wakil presiden ada dalam presiden. Mungkinkah itu terjadi? Ya mungkin saja, tetapi apakah itu terjadi sekarang, God knows.
Salah seorang jurnalis dalam akun dunia maya belum lama mengumpamakan presiden dan wakilnya sekarang ini seperti kendaraan dengan dual machine: presidennya jalan sendiri, wakilnya jalan sendiri. Memang sih, kalau mereka jalan berduaan melulu, apa kata dunia?
Meskipun demikian, bisa jadi analogi itu membantu Anda dan saya untuk semakin memahami teks bacaan utama hari ini. Bahasannya sudah diulas di bagian teks lain di sana-sini mengenai relasi antara Yesus dan Allah. Hanya saja, di bagian yang dibacakan hari ini formulasinya begitu ringkas dan tuncep poin: Bapaku dan aku adalah satu, Bapa dalam aku dan aku dalam Bapa. Jika Anda belajar filsafat dan menafsirkan teks ini dalam alam pikiran metafisika, saya jamin, Anda akan tersesat entah ke sistem pemikiran yang mana.
Kenapa? Karena penulis teks ini memang tidak menuliskannya sebagai traktat filsafat. Penulisnya hidup dalam masa persekusi dan mereka mesti juga berhadapan dengan konflik internal karena perbedaan latar belakang. Sebagian masih berkutat dengan tradisi Yahudi. Yang lainnya berangkat dari tradisi pagan. Keduanya menggumuli persoalan mengenai identitas Yesus yang bagi orang-orang Yahudi jadi semacam batu sandungan: apakah ia ini benar-benar Mesias yang mereka tunggu. Setting ceritanya cukup menari: dialog mereka terjadi di serambi Salomo, ujung timur dari kompleks Bait Allah yang waktu itu begitu meriah karena perayaan Hanukkah. Konon, tempat itu menjadi yang lebih hangat dari bagian kompleks Bait Allah yang lain. Ironisnya, Yesus tampak sedang berhadapan dengan orang-orang Yahudi yang kepala dan hatinya tetap membeku dan tidak open-minded.
Klaim yang diletakkan pada mulut Yesus pada akhirnya ialah perkara bahwa Yesus ini sedemikian dekatnya dengan Allah sehingga ia dengan percaya diri menyebut-Nya sebagai Bapa dan menjamin bahwa yang dikerjakannya adalah hal-hal yang memang pekerjaan Allah sendiri. Itu sama sekali tidak berarti bahwa Yesus adalah Allah, tetapi bahwa proyek Yesus itu sinkron atau ada dalam semesta proyek Allah sendiri. Dengan kata lain, andaikan Allah itu presiden dan Yesus wakil presiden, Yesus tidak berjalan sendiri ke mana dan Allah berjalan sendiri entah ke mana lagi. Satunya Yesus dengan Bapa berarti proyek pekerjaannya memang tak lain adalah proyek pekerjaan Allah sendiri.
Karena itu, pengakuan identitas Yesus sebagai Mesias tidak bisa direduksi pada ideologi orang-orang Yahudi yang meyakini bahwa Mesias akan sekali lagi membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, sebagaimana dulu keluarga Makabe mengusir kekaisaran Seleucid. Mesias mesti diletakkan dalam kerangka kesesuaian proyek manusia dengan proyek Allah sendiri. Nah, ini pe er besar sekali karena perang tafsir bisa terjadi di sana-sini, perang yang hanya bisa dihentikan dengan saling pemahaman, dan saling pemahaman baru mungkin terjadi jika ada respek terhadap latar belakang historis (yang kerap juga bergantung pada versi tafsiran tertentu). Semoga Anda dan saya diberi rahmat kebijaksanaan untuk menelusuri jejak-jejak historis proyek Allah dalam hidup kita masing-masing. Amin.
SELASA PASKA IV
13 Mei 2025
Posting 2024: Bukti
Posting 2020: Intimitas
Posting 2018: Hold on for one more day
Posting 2017: Tangan Tuhan
Posting 2016: Bertindak Heroik
Posting 2015: Kristen atau Kriminal
Posting 2014: ID Card – ID Body
