Lagi-lagi saya baru ngeh, meskipun ya pernah ikut kuliah Kitab Suci sih, bahwa dalam Injil Lukas ini kerap disodorkan narasi tokoh-tokoh yang ‘bertentangan’. Pada bab awal dikisahkan Zakaria yang lidahnya kelu karena kekurangpercayaannya, disusul dengan kisah Maria yang menjawab kabar malaikat secara positif. Figur bertentangan juga ada dalam kisah orang Samaria yang baik hati (yang barangkali dicap ateis), dilawankan dengan imam dan orang Lewi, yang jadi ahli hukum dan tradisi suci. Orang Samaria datang membantu, sedangkan dua orang lainnya berlalu. Dalam adegan menjelang akhir hidup Yesus juga dinarasikan dua penjahat yang bertentangan.
Pada pesta St. Marta hari ini juga dipertentangkan antara sosok Maria dan Marta. Di blog ini sudah ada beberapa ulasan untuk teks ini (Tertipu Agama, Cinta Mengurai Benang Kusut, dan Laris tapi Tak Bermakna). Sebetulnya ya tiga ulasan itu dah cukup. Tapi mau gimana lagi wong memang lagi-lagi saya baru ngeh soal oposisi itu. Ada komentator lain yang melihat oposisi ini sebagai pertentangan antara yang beriman dan tidak beriman (konkretnya Maria beriman, Marta tidak). Akan tetapi, saya kok susah melihat pertentangan hitam putih itu ya? Bahkan meskipun secara eksplisit Yesus mengatakan bahwa Maria mengambil bagian terbaik yang takkan diambil daripadanya, itu tak bisa jadi landasan untuk mencap Marta sebagai figur yang tak beriman.
Ah, Romo ini, kita juga tahulah bahwa pertentangan itu pasti maksudnya bukan pertentangan hitam putih. Mana ada sih orang yang 100% putih atau 100% hitam? Orang berkulit putih pun gak semuanya putih kan?
Iya sih, trus gimana membacanya dong? Apa posisi Maria-Marta bisa dimengerti sebagai komplemen satu sama lain? Ada yang sibuk kerja, ada yang fokus mendengarkan Sabda gitu? Bagi-bagi tugaslah ceritanya. Atau, mungkin seperti excuse filosofis: gimana kita tahu halnya baik kalau kita gak tau yang jahat kayak gimana? Atau, mungkin seperti falsafah lingkaran roda kebaikan dan kejahatan? Hmm… keknya gak juga sih.
Kembali lagi aja ke kata-kata yang dilekatkan pada mulut Yesus itu: Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya. Artinya, terserah mau sesibuk apapun, yang penting kesibukan itu muncul dari satu hal yang diperlukan itu: mendengarkan Sabda Tuhan. Ini malah bisa dipakai untuk memahami refleksi beberapa hari yang lalu mengenai detachment: it’s not that you should own nothing but that nothing should own you. Orang yang lepas bebas bukan berarti bahwa dia gak bisa punya kesibukan atau kepemilikan (malah mungkin sebaliknya ia harus punya sesuatu), melainkan bahwa kesibukan dan kepemilikan itu tak bisa mencengkeramnya.
Marta tercengkeram oleh kesibukannya. Itu mengapa ia ditegur Yesus. Yang ditegur Yesus tentu bukan bahwa dia sibuk, melainkan bahwa kesibukannya itu sedemikian mengacaukan hati dan budinya: engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara (itu sama sekali bukan larangan untuk punya banyak perkara)!
Tuhan, mohon rahmat supaya kami menemukan celah untuk mendengarkan Sabda-Mu. Amin.
PESTA WAJIB ST. MARTA
(Jumat Biasa XVII C/2)
29 Juli 2016
Posting Tahun Lalu: MOS nan Tak Berguna
Posting Tahun 2014: Rempong versus Bengong
Categories: Daily Reflection